Oleh Ana Anita
Sungguh hanya hati kita yang tahu,
Berapa banyak waktu berlalu untuk mengenang kepahitan,
Lembar demi lembar terungkap,
Dan menyakitkan,
Sungguh, hanya jiwa kita yang mengerti,
Bagaimana hati sanggup menahan kesakitan,
Dan remuknya harapan,
Melalui malam-malam yang tak indah tuk terlelap,
Mengenang kebodohan demi kebodohan,
Hingga melihat banyak hal menyakitkan,
Tapi sungguh tak ku percayai,
Demi rasa cinta yang tak ku dustai,
Sampai gelap menjelang dan perih tak tertahan,
Sebenarnya, hanya kekosongan jiwa kita yang memahami,
Waktu demi waktu yang tak mungkin datang lagi,
Adakah mampu kau kembalikan rasa ini,
Dimana setiap saat kau sentuh hatiku dengan sayangmu,
Ingin ku kenali engkau seperti yang dulu,
Tapi benar tak lagi mampu ku jangkau hatimu,
Begitu jauh hati kita berada,
Terasa ribuan kilo menempuh nuranimu,
Tak lagi ku pahami apa rasa ini,
Cinta yang pernah ku miliki,
Ataukah ketakutan tuk tak bersama lagi,
Keraguan berjalan sendiri dibelantara tak bertuan,
Ataukah ketaksanggupan menjawab segala pertanyaan,
Terasa ku tersesat dalam kegalauan,
Disisi mana kau letakkan aku dalam hatimu,
Adakah tersimpan rapi ataukah terlupakan,
Bagaimana ku tempuh raguku tuk menjangkau mu,
Hanya waktu yang mengerti kehampaan ini,
Dan sesekali keputusasaan yang tak berhenti merayu,
Mengajakku melayang tinggi meninggalkan mu tanpa permisi,
Seberapa pantas ku percayai engkau seperti yang dulu,
Seberapa banyak harus kupertaruhkan cintaku tuk menyetiai mu,
Bantu aku tuk tetap mencintaimu,
Menghapus sakit itu,
Membuang semua ragu,
Bantu aku tuk merakit kembali rasa ini,
Tuk tetap bersamamu,
Tanpa kehampaan,
Sungguh ku tak mampu terlelap dengan perih ini,
Atau mengakhiri semua dengan keindahan,
Ujung terakhir dari kehidupan,
Bukankah kematian cara terindah tuk akhiri lelah,
Sungguh aku tersesat dalam kegalauan,
Kurindu mencintaimu seperti dulu,
Kurindu semua rasa itu,
Namun tak lagi kudapatkan,
Karena ku tak tahu,
Seperti apa ku harus mencintaimu lagi,
Mengakhiri semua dengan keindahan,
Tuhan,
Sungguh kini ku siap terbang tinggi,
Membayar keputusasaan dari malam-malam yang kelam,
Dari perih atas kebodohan,
Tak berhenti ku pikirkan ini,
Hingga lelapku tak ada lagi,
Tersiksaku dalam kegalauan yang liar,
Sungguh ku ingin hanya menghadap-MU,
Menutup perih tanpa kepedihan,
Menyelesaikan keputusasaan dengan keindahan,
Perlukah ada yang mengerti Tuhan,
Ketika ku merasa bodoh atas semua keadaan,
Perlukah seseorang mendengar,
Ketika ku terisak akan kemarahan,
Melebur dalam resah tak berujung,
Mengenang kepahitan yang tak jua hilang,
Membuang jauh kebanggaan demi kebanggaan,
Akankah dia merisaukanku Tuhan,
Akankah dia merasakan setiap perih yang terhujat,
Karena sungguh ku tak mampu mengikhlaskan,
Hari demi hari yang berlalu menyakitkan,
Aku semakin terbelenggu dan merasa kesakitan,
Begitu kosongnya jiwa ini,
Tak tahu bagaimana menemukamu dalam hatiku,
Hingga ingin kuakhiri dengan keindahan.
(Mencintaimu sampai ujung hidupku, jakarta 2012)
DMCA Protection on: http://www.lokerpuisi.web.id/2012/10/dan-aku-tersesat-dalam-kegalauan-oleh.html#ixzz28oQI6cNV
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment