Oleh: Sarwindah Ramandiastuty (winda)
Semua terjadi begitu cepat tanpa terasa usiaku sudah beranjak 19 tahun, dan tanpa terasa pula aku sendiri tanpa seorang kekasih di sampingku. Aku iri dengan teman-temanku yang telah memiliki tambatan hati. Mereka selalu bersama sedangkan aku seperti obat nyamuk yang bersedia duduk manis seolah-olah mereka tidak ada. Oh iya aku lupa memperkenalkan diri namaku Riri Krisandini, teman-temanku biasa memanggilku Riri. Aku seorang mahasiswa Universitas Negeri di Jakarta, dan sekarang aku sudah menginjak semester 3 jurusan Akuntansi.
“ayo dong Ri kali ini ajah, mau ya mau” Susan memohon padaku.
“tau ah bosen gua dikenalin ama temen lu mulu, tapi akhirnya kagag jadi juga”sahut aku.
“terakhir dah terakhir, ya ya ya”
“hmmm gimana ya?”
“mau ya”
“yaudah dah, ini terakhir kalinya ya?”
“siipp, gua yakin dia cocok banget ma lu”
“gag usah yakin dulu, ntar lu kecewa lagi ma gua”
“gua
mah yakin, abis lu jomblo mulu. Kan gua pengen lu punya cowo Ri. Biar
kita bisa double date, kan seru tuh kalo kita double date. Kagag kayak
sekarang lu jadi obat nyamuk gua sama Randi”
“lagian lu udah tau mau jalan berdua pake ajak gua segala”
“hahahaha, biar lu iri ma gua”
“dasar peak lu”
Lama
kita berdua bercengkrama, dan akhirnya Susan pulang karena hari sudah
menunjukan pukul 10 malam. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.
“waduh, dah jam 10 ajah. Gua balik dulu ya”
“udah nginep ajah sih, ntar gw bilangin ma tante”
“kasian gua ma nyokap lagi sendirian di rumah, bokap lagi keluar kota”
“owh ya udah, ati-ati di jalan, salam ya buat tante”
“ok, Assalamualaikum”
“walaikumsalam”
Aku
antarkan Susan sampai pintu gerbang, rumah Susan dan rumahku tidak jauh
jaraknya hanya terpaut 2 rumah saja. Tapi Susan sering kali menginap di
rumahku, rumahku sangat sepi hanya berisi 3 orang saja yaitu ayah, ibu
dan aku. Sedangkan kakakku ngekost di Bandung karena dia kuliah di
Universitas Negeri di Bandung, dan orang tuaku sangat senang jika Susan
atau teman-temanku menginap di rumahku karena itu akan membuat suasana
rumah menjadi ramai.
“Riri.... Riri.... Riri....” panggil ibu sambil mengetuk pintu kamarku
“Riri bangun nak sudah jam berapa ini” panggilnya lagi
“hmmmm. Iya bu Riri udah bangun” sahutku
“cepat sudah jam berapa ini, nanti kamu telat”
“hah, jam 9” sontak aku kaget
“waduh telat nih bisa-bisa, mana ada matkul pak Ali lagi nanti jam 10”
Langsung
saja aku mandi, dan bergegas ke kampus. Jarak antara rumah dan kampus
sekitar 1 setengah jam lama perjalanan jika naik kendaraan umum.
Sesampainya di kampus benar saja aku telat masuk kelas pak Ali. Dan
sudah bisa diduga bahwa aku tak bisa masuk kelasnya karena aku
terlambat. Dan akhirnya aku terpaksa absen pada matkul ini. Aku hanya
bisa duduk di kantin sambil menunggu mata kuliah pak Ali selesai.
“Hay Ri, kenapa tadi lu sampe telat gitu” tanya susan padaku
“tidur malem gua, gara-gara ngerjain tugas pak Ali”jawabku
“waduh lu beloman”
“udah, kan semalem gua ngerjainnya”
“oh iya ya”
“eh ikut gua yuk”
“kemana?”
“ntar juga tau, ikut gua ajah dulu”
“males ah”
“udah ayo” sambil menarik tanganku
“iya, iya”
Nggak
taunya si Susan membawa aku ke gedung B, dan Gedung B itu isinya
mahasiswa teknik semua. Karena memang itu gedung falkutas teknik. Aku
kurang mengerti mengapa Susan membawaku kemari. Dan dia menyuruhku
menunggu di taman kampus. Sebenarnya agak males jika harus menunggu tapi
tak apalah bila sahabatku yang meminta.
“Ri” panggil Susan, dan aku melihat dia tak sendiri tapi dengan seorang cowok di sebelahnya.
“Ri, kenalin ini adit temen gua” Susan mengenalkan aku pada temannya
“hay, gua Adit”adit memperkenalkan dirinya
“hay, gua Riri” aku membalas tangannya
Ternyata
Adit sudah semester terakhir, dia merupakan anak anak terakhir dari
tiga bersaudara kakak pertamanya laki-laki dan kakak keduanya perempuan.
Semua kakaknya sudah menikah tinggal dia yang belum. Adit tinggi
proporsional, dengan gaya yang tidak terlalu mengikuti mode, memang dia
tidak memiliki kulit yang putih tapi dia memiliki wajah yang manis dan
sangat sesuai dengan warna kulitnya. Di lihat-lihat juga dia orangnya
baik dan pendiam tapi dia memiliki sifat yang humoris. Adit di Jakarta
ngekost karena rumahnya yang jauh dari kampus, dia tinggal di daerah
Bogor.
Sudah
sebulan lamanya aku dan Adit kenal. Selama itu aku dan Adit sudah SMSan,
telpon-telponan, bahkan kami juga sudah sering jalan. Dan aku sangat
cocok dengan Adit. Dia selalu mengerti aku dan tidak pernah egois. Aku
rasa aku mulai mencintainya, tapi aku tak bisa mengungkapkan perasaanku
padanya karena aku perempuan yang tak mungkin menyatakan perasaanku. Aku
hanya berharap Adit mempuyai perasaan yang sama kepadaku, dan dia
menyatakan perasaannya padaku.
Dan
tanpa terasa sudah 3 bulan aku kenal dengan dia, dan kami pun semakin
dekat. Kami sudah seperti sepasang kekasih. Di kampus pun kami sering
dianggap sepasang kekasih. Tapi anggapan itu salah aku dan Adit tidak
pernah menjalin ikatan, kami dekat tanpa ada hubungan yang jelas. Dia
tidak pernah menyatakan perasaannya padaku, aku selalu bertanya-tanya
sebenarnya hubungan apa yang aku jalani dengan Adit saat ini. Aku sempat
berfikir ingin mempertanyakannya pada Adit tapi aku tidak punya
keberanian.
“San, sebenernya Adit sayang n’ cinta gak sih ma gua” tanya aku ke Susan
“waduh, lu kok tanyanya ke gua ya mana gua tau. Harusnya lu tuh tanyanya ke Adit” balas Susan sambil membaca novelnya
“ya kan sapa tau Adit cerita-cerita tentang perasaannya sama lu”
“Adit tuh orangnya tertutup, jadi dia gak pernah cerita-cerita sama gua”
“cari tau kek San, sakit juga gua kalo gw di gantungin gini terus”
“kata lu gantungan baju?”ledek Susan sambil cengengesan
“tau ah”
“iya iya ntar gua cari tau”
Malam
harinya Adit datang ke rumah, gak tau kenapa tumben-tumbenan malam hari
kerja begini dia ke rumah. Biasanya dia datang kalau malam minggu saja.
Perasaan ku tidak enak dia datang, jantungku berdegup cepat tidak
seperti biasa kayak ada berita buruk yang akan aku terima.
“Assalamualaikum” salam Adit sambil mengetuk pintu
“Walaikumsalam” sahut ibuku dari dalam rumah
“eh nak Adit tumben nih, cari Riri ya?”
“hehe iya bu, tadi abis pulang dari rumah Susan sekalian mampir deh. Riri ada bu?”
“iya ada, masuk dulu nak”
“makasih bu” Adit berjalan masuk ke dalam rumah.
Adit
dan orang tuaku memang sudah dekat. Ayah dan ibuku menganggap kami
sudag berpacaran dan mereka sangat setuju jika aku menjalin hubungan
dengan Adit. Kakakku pun sudah mengenal Adit. Adit orang yang ramah dan
sopan,jadi orang yang baru kenal dengan dia akan cepat sekali
akrabnya.
“eh Dit, tumben malem-malem begini”sapaku
“iya tadi abis dari rumah Susan, sekalian aja mampir ke rumah”
“Ri, ada yang aku mau bicarain sama kamu?” sambung Adit
“mau bicara soal apa?” tanyaku
“soal hubungan kita”jawab Adit
“akhirnya”kataku dalam hati
“ok” sahutku
“tapi jangan disini, kita bicarakan di luar saja” ajak Adit
Kami berdua duduk di teras rumah
“Ri, aku tau kamu pasti akan kecewa sama aku” Adit memulai pembicaraan
“aku kecewa kenapa? Kamu gak punya salah sama aku”
“aku
udah tau semua perasaan kamu ke aku, aku tau semua itu dari Susan. Mav
sebelumnya, aku emang sayang sama kamu tapi rasa sayang itu nggak akan
bisa bersatu karena aku sudah di jodohkan oleh orangtua aku dan aku
nggak bisa menentang keputusan mereka. Maaf Ri, mungkin hubungan kita
hanya sebatas sahabat dan nggak bisa lebih dari itu.” Jelas Adit panjang
lebar
“semoga
kamu dan dia bahagia, kalau kamu bahagia aku juga akan bahagia” jawabku
sambil menahan tangis. Supaya aku tidak menangis di depan Adit.
“kamu juga, semoga kamu mendapatkan pendamping yang lebih baik dan selalu sayang sama kamu” timpal Adit.
Setelah
itu Adit pamit pulang pada kedua orangtuaku. Setelah adit pergi aku
dengan cepat masuk ke kamar dan seketika air mataku mengalir dengan
derasnya, perasaan ku seperti aku jatuh dari lantai 10 dan masih di
timpa reruntuhan bangunan itu. Sedih rasanya aku mendengar penjelasan
Adit. Tapi aku mencoba sabar dan menerima semua itu. Mungkin Adit bukan
jodohku dan jikalau dia jodohku pasti kita akan bersatu lagi. Dan aku
selalu berharap semoga aku dan Adit berjodoh.
*****
Created By Sarwindah Ramandiastuty (winda)
0 comments:
Post a Comment