CINTA TERPENDAM
Cerpen karya Alicya Adja
Apalah arti mencinta jika hanya akan membuahkan luka, goresan tajam yang
menyayat hati, menimbulkan darah yang mengalir deras dan sulit untuk di
perban. Aku terluka di sini, tak seorangpun akan mengerti mengapa keluh
kesah ini muncul tiba-tiba saja, bahkan aku sendiri pun kurang mengerti
akan semua ini. Jika waktu bisa ku putar lagi, mungkin aku tak ingin
mengenal dia, tapi semua telah terjadi, aku mengenal dia dan semua
mengalir sejalan arus air, tapi saat ini setelah aku mengenal dia dan
terluka oleh nya, justru aku ingin berkata bahwa aku tak kan pernah
menyesali perkenalan ini. Aku baru sadar bahwa kehidupan itu nyata dan
terus berjalan, saat aku terdiampun kehidupan akan tetap berlanjut
hingga meninggalkan aku seorang diri, karna itu aku harus bangkit dari
kerapuhan ini, tapi muncul sebuah pertanyaan di benakku : “Apa aku
bisa??”. Mungkin orang-orang disekitar ku tidak ada yang percaya bahwa
aku sangat sakit, aku tak pernah sanggup menjalani semua ini sendiri,
bahkan mungkin mereka akan berpikir bahwa aku adalah manusia yang tak
pernah berpikir dengan apa yang terjadi. Heiii.. tapi aku bukan lah
orang yang seperti itu kawan!!”.
“Echaaaaaa…. Di larang ngelamun disini!” sentak Mia mengagetkan ku.
"Hah apaan sih !” protes ku mengerutkan kening.
“Hmmm.. mulai deh kumat ni penyakit dia nya!” Mia mengejar langkah ku, mengikuti menuju kantin.
Hari ini kami lebih banyak menghabiskan waktu di pustaka dan kantin, tak ada matkul di kelas. Aku dan Mia semester lima, kami memang selalu bersama dari semester satu. Tak ada rahasia diantara kami, apapun itu. Usai dari kantin, kami melangkah menuju parkiran, saat nya untuk pulang. Seperti biasa, aku pulang nebeng Mia karna rumah kami satu arah.
“Aduh..!” aku menjerit kesakitan saat seorang pria dari arah berlawanan menubruk ku.
“Maaf..maaf!” permintaan maaf dari pria itu terdengar tulus, membuat aku tak sungkan-sungkan untuk menerima maaf nya.
“Ok ga’ apa!” sahut ku lalu kami melanjutkan langkah menuju parkiran.
“yang tadi itu kan anak baru pindahan dari Bandung kan?” Mia menanyakan sesuatu yang aku sendiri tidak mengetahuinya.
“dah berapa lama kamu kenal aku?” balik ku bertanya
“Hmmm.. kurang lebih dua tahun setengah! Emang kenapa Cha?” wajah polos Mia membuat aku hampir tertawa ngakak.
“Nah udah kenal aku segitu lamanya tapi masih juga gak’ tahu sifat aku! Sejak kapn aku tahu info-info gituan hah? Mana aku tahu tuh anak pindahan dari mana!”
Obrolan kami terputus saat motor berdecit berhenti tepat di depan rumah ku. Aku turun malambaikan tangan berpisah hari ini pada nya, tapi bertemu lagi esok, hmhmhm.
Hari demi hari berlalu hingga akhirnya aku berkenalan dengan pria jangkung pindahan Bandung itu. “Ernes” itu nama yang disandangnya dari lahir hingga saat ini. Awal perkenalan kami di perpustakaan, saat itu aku sibuk mencari-cari buku pedoman studi seminar, dan ternyata Ernes yang melihat ku kebingang langsung menghampiri ku dan berbaik hati membantu mencari, yah kami menemukan buku itu selama setengah jam pencarian. Kami akhiri perkenalan di kantin, makan siang dan pulang.
“Eh Cha ntar malam nonton yuk!” Ernes menghentikan motornya tepat disamping motor Mia saat kami ingin pulang.
“Cie..cie..!” goda Mia membuat aku salting.
“asik gak’ tuh Film?” aku tak langsung mengiyakan ajakan Ernes.
“di jamin Kamu suka!” yakinnya.
“Ok, ntar jemput aja aku di rumah!”
Malam itu kedekatan kami semakin terlihat, terdapat banyak persamaan antara kami. Semua berjalan mulus, aku dan Ernes semakin dekat, saat itu tak ada apa-apa antara kami, mutlak berteman seperti aku dan Mia. Sesekali kami jalan-jalan bertiga bersama Mia, terlihat kompak dan rasanya ingin menghabiskan waktu bertiga saja.
“Mia, si Echa jadian yah sama Ernes?” penasaran Fika si ratu gosip.
“Hmmm.. nggak tau tuh! Tanya aja sama orangnya langsung.” Celetuk Mia sambil menunjuk kearah ku menggunakan gerakan bibir sexi na. saat itu aku baru saja masuk kelas.
“Ada apa nih? Mau cari gosip?” desak ku sinis membuat Fika berlalu pergi meninggalkan ku.
“Idih Geer !” celetuk Fika tak mau kalah.
“Hahaahahah..” tawa mahasiswa satu kelas yang ikut menyaksikan peristiwa itu.
“Gila kalian neh! Hahaha..” sambut Keyna puas.
Kepergian Fika diiringi tawa kami, aku dan Mia memang selalu membuat si ratu gosip sebel sendiri saat info yang dibutuhkan gagal di dapatnya. Hidup di penuhi canda tawa adalah gaya kami, tak ada masalah yang harus dipikirkan walaupun memang ada masalah, bukan tidak memikirkan tapi kami pura-pura saja tidak memikirkannya.
Tiga minggu perkenalan dan kedekatan anatara aku dan Ernes, saat itu adalah saat-saat dimana aku mulai merasa nyaman berada disampingnya, merasa tenang akan sesuatu. Suatu malam saat kami jalan, ntah mengapa tiba-tiba saja Ernes memelukku erat, membuat aku harus merasakan detak jantung nya saat itu, pelukan hangat itu terasa sangat menenangkan. Aku merasa bahwa terjadi sesuatu pada ku, tapi Aku rasa itu hanya sebatas perasaan kekaguman ku atas sesuatu yang dimilikinya, ternyata aku salah. Yang aku tahu, sebuah kekaguman itu tak kan berlangsung lama, tapi perasaan ini semakin hari semakin bertambah dan semakin terasa aneh. Aku berusaha menutupi apa yang ku rasakan, hanya sahabatku Mia yang tahu tentang semua ini.
“mungkin kamu cinta sama dia!” Mia memulainya.
“Ntah lah, aku juga ga’ tau!”
Keesokan harinya, kami bertiga duduk di taman kampus mengerjakan tugas matkul Administrasi Publik. Aku terlalu asik mengerjakannya, sementara itu Mia dan Ernes sibuk tertawa terbahak-bahak, ntah apa yang mereka bicarakan. Tiba-tiba saja ponsel Ernes bordering, sebuah panggilan dari seberang yang membuat Ernes meletakkan jari nya di bibir kearah kami menandakan kami harus diam sesaat.
“Ya hallo !” sambut Ernes, ntah apa jawaban dari arah sana.
“Oh.. ia ntar lagi aku jemput ya sayang!” kelanjutan obrolan Ernes membuat aku dan Mia membelalakkan mata dan benar-benar terdiam.
“aku pulang duluan ya!” lanjut Ernes pamit pada kami saat ia telah menutup ponselnya.
Sejak hari itu kami mengetahui bahwa ternyata Ernes telah memiliki pacar, aku tak tahu ternyata kedekatan aku dan dia sebatas teman biasa dimatanya.
Walaupun Ernes telah memiliki pacar, namun perhatiannya padaku membuat aku bingung. Dia sosok pria yang menarik, kelembutan yang tersimpan di dalam dirinya membuat aku merasa nyaman. Kini, jalan minggu ke empat, aku semakin merasakan sesuatu yang aneh, yang mulai merasuki pikiranku tentang dia. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan keadaan seperti ini, aku tahu dia memiliki seseorang, dan aku juga tahu bahwa aku bukan lah apa-apa untuk nya.
“Cha, kalo kamu suka sama dia, jujur aja kali sama dia walopun kejujuran kamu nggak ngebuahin hasil, yang pentingkan hati kamu bisa plong!”
Itu pesan Mia yang aku ingat, membuat aku memberanikan diri untuk mengatakannya, tapi yahh ternyata keberanian itu hanya ada di dalam benakku saja, aku tidak benar-benar melakukannya. Malam itu aku merasakan lagi getaran di dada yang membuat aku tak bisa melelapkan mata untuk tidur. Ku terus pandangi bulan dan bintang berharap mereka mau mengatakan sesuatu pada ku, ku dengar suara jangkrik dengan teliti berharap ada sesuatu yang mau di omongin sama tuh jangkrik buat aku. Waktu terus berlalu hingga matahari terbit, aku masih duduk terdiam. Kala itu ku putuskan untuk mencari tahu sesuatu, kali ini aku melakukannya.
“Nes, udah lama pacaran sama tuh cew?” aku memulainya saat kami berdua di kantin.
“Hmmm.. sekitar empat tahun!”
“Wow.. hebat! Kamu benar-benar sayang dia ya?” lanjut ku penasaran.
“bukannya sayang lagi, cinta aku udah mentok buat dia!” Ernes terlalu bersemangat mengungkapnya, membuat tenggorokan ku kering dan bibir ini menjjadi kaku untuk bertanya lagi
“Loh.. napa diam?” sambung Ernes melihat ku terdiam.
“Eng..enggak kok, aku Cuma mebayangkan betapa bahagianya kalian!”
Tanpa pikir panjang, aku langsung berdiri meninggalkan kantin. Ku katakana pada Ernes bahwa aku kebelet mau ke toilet. Aku duduk di samping Mia, kepala ku rebah bersandar di bahunya, tak ada sepatah katapun keluar dari bibirku, aku mati untuk sesaat. Dadaku terasa sesak tak bernafas, pikiran ini sudah tak ingat apa-apa lagi, aku terus saja merintih di bahu Mia hingga studi berakhir. Sepanjang perjalanan pulang aku masih terdiam, Mia pun tahu keadaanku tak memungkinkan untuk menjawab pertanyaan yang akan di lontarkannya, karna itu Mia pun hanya bisa diam mengikuti suasana yang sedang terjadi.
Minggu kelima berlanjut, saat itu aku mulai menahan rasa yang ada untuknya, walaupun Ernes masih melontarkan perhatiannya pada ku namun aku berusaha bertahan. Studi berakhir, kali ini Ernes nggak bawa motor, ternyata dia di jemput seorang wanita cantik, snagat cantik menurut ku. Di kejauhan terlihat Ernes mendekati gadis itu, Ernes mengambil alih mengendarai, dan wanita cantik itu memeluk nya saat dimotor. Pandangan Mia langsung beralih pada ku, aku tahu bahwa Mia khawatir pada ku. Aku tersenyum, pura-pura santai menanggapi apa yang terjadi.
“Sakit!” itu yang kurasakan saat itu. Ntah mengapa aku merasa kehilang sesuuatu yang berharga dalam diri ku, aku merasa tak ada lagi yang bisa membuat aku seperti ini, merasa tenang saat dipelukannya. Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya, mengalahkan perasaan ku pada mantan-mantan dulu. Hari-hari yang ku lalui mulai suram, rasa nya kesenangan ku telah direnggut begitu saja. Bukan dia yang salah, melainkan aku sendiri lah yang salah menempatkan perasaan ini. Harus nya aku terbangun dari mimpi indah itu saat aku mulai menyadari siapa aku dan siapa dia. Harusnya aku sadar bahwa mustahil aku bisa memiliki dia seutuhnya.
0 comments:
Post a Comment