Pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara.
Ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.
Selain itu, dia juga menjalani pekerjaan sebagai penjahit, pengacara
tradisional (pokrol bambu), dan ahli reparasi jam. Selain itu, dia juga
dikenal sebagai pemain sepak bola yang handal. Kakek STA dari garis
ayah, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang dianggap
memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas. Di atas makamnya
tertumpuk buku-buku yang sering disaksikan terbuang begitu saja oleh STA
ketika dia masih kecil. Kabarnya, ketika kecil STA bukan seorang kutu
buku, dan lebih senang bermain-main di luar. Setelah lulus dari sekolah
dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung, dan seringkali menempuh
perjalanan tujuh hari tujuh malam dari Jawa ke Sumatera setiap kali dia
mendapat liburan. Pengalaman ini bisa terlihat dari cara dia menuliskan
karakter Yusuf di dalam salah satu bukunya yang paling terkenal: Layar Terkembang.
Setelah lulus dari Hogere Kweekschool di Bandung, STA melanjutkan ke Hoofdacte Cursus
di Jakarta (Batavia), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi
guru di Hindia Belanda pada saat itu. Di Jakarta, STA melihat iklan
lowongan pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang merupakan biro penerbitan
pemerintah administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan di
dalam biro itulah STA bertemu dengan banyak intelektual-intelektual
Hindia Belanda pada saat itu, baik intelektual pribumi maupun yang
berasal dari Belanda. Salah satunya ialah rekan intelektualnya yang
terdekat, Armijn Pane.
Dalam
kedudukannya sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa
selama pendudukan Jepang,Takdir melakukan modernisasi bahasa Indonesia
sehingga dapat menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa.
Ia yang pertama kali menulis Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
dipandang dari segi Indonesia, buku mana masih dipakai sampai
sekarang,serta Kamus Istilah yang berisi istilah- istilah baru yang
dibutuhkan oleh negara baru yang ingin mengejar modernisasi dalam
berbagai bidang. Setelah Kantor Bahasa tutup pada akhir Perang Dunia
kedua, ia tetap memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia melalui
majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum
kemerdekaan, Takdir adalah pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di
Solo. Pada tahun 1970 Takdir menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa
Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa- Bahasa Asia tentang
"The Modernization of The Languages in Asia (29 September-1 Oktober
1967)Direktur Cenfer for Malay Studies Universitas Malaya tahun 1060-1968
SUMBER
0 comments:
Post a Comment