KALUT DALAM KALBU
Karya Akhmad Azhar Rizaldi
Aku masih ingat sekali. Sore itu, ketika mainan ku terlepas dari tangan
ku, aku melangkah menuju dapur. Kukira teriakan ibu dan ayah akan terus
beradu hingga salah satu pintu dirumah ini akan dihempaskan. Tapi tidak.
Baru kali ini ketika mereka beradu mulut, tidak ada bunyi hempasan pintu
yang terdengar. Tidak biasanya pikirku. Aku melangkah pelan, melirik
melalui celah tembok, melihat bayangan itu mencengkram kepalanya
sendiri. Kuberanikan diriku untuk melangkah masuk, melihat ayah
menangisi ibu yang sedang terlentang.
"Ayah, ibu kenapa?" Aku mempelajari apa yang sedang terjadi "Ibu berdarah!" Aku terkejut, berlari kearah ibu.
"Bu, ibu kenapa!? Tertusuk pecahan kaca? Atau jarum? Kenapa darahnya
sebanyak ini bu? Ibu sakit!!?" Ibu tak merespon tanya ku, apakah ibu
tertidur? Mana bisa tidur sewaktu terluka seperti ini. Kemudian kulihat
sebilah pisau jatuh dari tangan ayah, mengalir darah dari ujung mata
pisaunya.
******
Penyesalan. Ketika aku tidak mengenal apa itu "mati" waktu itu. Kukira
ibu tertidur. Kukira darah yang mengalir dari tubuh ibuku hanya sebekas
tertusuk pecahan kaca atau jarum. Karena baru sebatas dua hal itu saja
yang kutau bisa menyebabkan darah keluar. Tapi bukan dua-duanya. Itu
karena pisau, yang terjatuh dari tangan ayah, yang berlukiskan darah di
badan pisaunya.
Penyesalan. Harusnya aku menangis waktu itu, menangis sekeras mungkin.
Berteriak, mengambil pisau itu kemudian menghunuskannya kepada lelaki
keparat itu. Air mata nya keluar setelah dia membunuh tubuhnya, tidak
pernah keluar ketika ia membunuh hatinya. Air mata itu palsu, apakah ia
masih menangisi nya di kurungan besi disana? Semoga saja tidak, karena
ibu pasti akan merasa hina ditangisi laki-laki seperti itu.
Selalu menjadi penyesalan. Mengapa Ya Tuhan!? Harus lelaki itu yang
mengawini ibu!? Biar saja aku tak lahir, asalkan bukan dia yang
mengawini ibu!? Biar saja aku Engkau lahirkan menjadi bayi yang prematur
atau anak yang cacad mental. Asal laki-laki itu tidak mengawini ibu!!!
Agh!!!
Harusnya laki-laki itu jangan di kurung. Tapi bawa kehadapanku, lalu aku
hajar wajahnya, ku congkel matanya! Ku tusuk mulutnya dengan besi
panas! Neraka harusnya dibawa lebih dini padanya, dan aku sebagai
malaikat penyiksanya.
Hingga atas semua penyesalan itu, aku menyesal! Aku menyesal telah
menyesalinya! Kini tuhan menghukumku! Menghukum anak seorang pelacur dan
pemabuk! Menghukum ku yang seorang anak haram, hasil dari sperma
seorang pemabuk. Aku...aku sayang ibuku, dan aku... benci ayahku...
Aku dihukum, dalam sebuah tubuh yang tidak mampu kukendali. Otakku rusak
karena penyesalan itu. Otakku rusak, tak ada yang sempat
memperbaikinya. Sepuluh tahun dengan ingatan itu, sangatlah menyiksa.
Tubuh ibu yang terlentang dengan darah menggenang, menjadi satu-satunya
kenangan yang selalu terngiang di kepalaku. Aku sah menjadi orang gila
sekarang...
Sama seperti ayah, akupun berada dalam kurungan sekarang. Kurungan bagi
seorang yang tak waras. Yang mencelakakan orang ketika pasunganku
dilepas. Para perawat dan penjenguk menakutiku. Mereka takut akan
diriku, seorang yang tenggelam dalam kalutnya masa lalu, yang ditelan
dalam kelabunya garis hidupku...
Ingatan itu terulang dan terulang lagi. Penyesalan semakin bertambah seiring semakin seringnya ingatan itu terulang.
Aku masih ingat sekali. Sore itu, ketika mainan ku terlepas dari tangan
ku...Mainan itu adalah foto ibu dan ayah yang sedang menggendongku.
PROFIL PENULIS
Nama :Akhmad Azhar Rizaldi
TTL : Banjarmasin, 30 Juli 1995
Alamat Facebook : Rizal D. Azhar /ahmadazharrizaldi@yahoo.co.id
TTL : Banjarmasin, 30 Juli 1995
Alamat Facebook : Rizal D. Azhar /ahmadazharrizaldi@yahoo.co.id
0 comments:
Post a Comment