Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian.
Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air.
Kata adalah pengertian itu sendiri.
Dia bebas
(Kredo Puisi, 1973)
Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air.
Kata adalah pengertian itu sendiri.
Dia bebas
(Kredo Puisi, 1973)
Dalam blantika puisi di Indonesia, nama Sutardji Calzoum Bachri patut diperhitungkan sebagai penyair profesional yang konsisten sejak remaja hingga sekarang. Sutardji Calzoum Bachri mulai mencuat sekitar tahun 70-an tatkala tampil membaca sajak tunggal dengan sangat sensasional sambil minum bir dan membawa kapak.
Pria kelahiran 24 Juni 1941 ini digelari 'presiden penyair Indonesia'. Menurut para seniman, kemampuan Soetardji laksana rajawali di langit, paus di laut yang bergelombang, kucing yang mencabik-cabik dalam dunia sastra Indonesia yang sempat membeku dan membisu setelah Chairil Anwar pergi.
Capaian kreatif Sutardji Calzoum
Bachri memang tak diragukan lagi. Penyair Indonesia mutakhir ini
dikenal berkat gebrakan kredo puisi dan sajak-sajaknya juga aksi
panggungnya yang khas dan memukau. ...
Ia adalah satu-satunya orang pasca Chairil Anwar, yang berhasil menyentak kebekuan sastra Indonesia.
Berbicara soal gaya dan
pembawaan bersajak, Sutardji tetaplah Sutardji. Edan, namun bermakna
dalam. ''Setiap orang harus membikin sidik jarinya sendiri,
karakternya sendiri. Biar tak tenggelam dan bisa memberi warna,''
kata pengklaim diri Presiden Penyair Indonesia ini.
Gayanya
yang jumpalitan di atas panggung, bahkan berpuisi sambil tiduran dan
tengkurap, seperti telah menempel menjadi trade mark Sutardji. ''Aku
tak pernah main-main sewaktu membikin sajak, aku serius. Tapi, ketika
tampil aku berusaha apa adanya, santai namun memiliki arti,'' katanya.
Apakah puisinya itu baik atau
buruk, bagi Sutardji, ia berupaya dalam penyajiannya tak berjarak
dengan penonton. ''Kehadiran sajak itu harus akrab dengan penonton,
tak berjarak dengan kehidupan,'' tambahnya.
Biografi:
Dari sajak-sajaknya
itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian
Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak
dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi
kata seperti dalam mantra.
Pada musim panas 1974, Sutardji
Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam.
Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa
City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga
memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di
Indonesia.
Sejumlah
sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan
diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India),
Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia)
dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam
(Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven,
negen moderne Indonesische dichters (1979). Pada tahun 1979, Sutardji
dianugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas prestasinya dalam
sastra di Bangkok, Thailand.
O
Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri
dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu
mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi
Indonesia modern. ***
1941 | Juni, Lahir di Rengat, Riau. |
1947 | Masuk sekolah rakyat dan selesai tahun 1953 di Bengkalis-Pekanbaru. |
1956 |
|
| |
1970an | Kumpulan puisi O di terbitkan oleh Yayasan Indonesia. |
| |
| |
1973 | Mengeluarkan kredo kepenyairan yang ingin melepaskan kata dan beban penyampaian makna. |
1974 | Mengikuti International Poetry Reading Rotterdam. Oktober sampai dengan April 1975 mengikuti International Creative Writing Program Lowa City,USA. |
1979 | Menerima Anugrah Sastra Asia Tenggara (South East Asia Write Award) dan satu srikit Thailand. Menerima penghargaan Sastra Kabupaten Kepulauan Riau oleh Bupati Kepulauan Riau. |
1980 | Antologi 0, Amuk, Kapak buku dari tiga kumpulan puisi, penerbit Puasa Sinar Harapan Jakarta. |
1982 | November, menikah dengan Meriam Linda dan memperoleh seorang anak Mila Seraiwangi. |
1990an | Menerima Anugrah Seni Pemerintah Republik Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menerima Anugrah Sastra Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Jakarta. |
1998 | Menenima Anugrah Sastra Dewan Kesenian Jakarta. |
1999 | Sampai sekarang mengasuh rubric budaya bulanan ?Bentara? di Harian Kompas dan redaktur senior Majalah Sastra Honison |
2001 | Buku kumpulan cenita Pendek ?Hujan Menulis Ayam? diterbitkan oleh Indonesiatera |
Selain itu Sutadji Calzoum Bachri sering diundang membacakan sajak-sajaknya dibeberapa kota dunia dan membawa nama Riau dalam setiap pembacaan puisinya antara Lain di Rotterdam Belanda, Lowa City USA, Medeliin Colombia, Singapura dan Kuala Lumpur Malaysia. Sekarang Sutardji Calzoum Bachri menetap di Jakarta dan tunak mengabdikan diri pada dunia seni. |
---------------------------
KREDO PUISI SUTARDJI
Kalau
diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat
untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu
sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam
kesehari-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk
menyampaikan pengertian. Dianggap sebagai pesuruh untuk menyampaikan
pengertian. Dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Dalam
puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang
membelenggunya seperti kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti
moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap
kotor(obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila
kata dibebaskan, kreatifitaspun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa
menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan
menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan yang kreatif bisa timbul,
karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur
pengertian, tiba-tiba, karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap
fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang
kreatif.
Sebagai
penyair saya hanya menjaga–sepanjang tidak mengganggu kebebasannya–
agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri,
bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal.
Menulis
puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti
mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah Kata.
Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.
Bandung, 30 Maret 1973
---------------------------
Baca Juga :
Kumpulan Puisi
- Kumpulan puisi Sutardji Calzoum Bachri
- Kumpulan puisi Chairil Anwar
- Kumpulan puisi Rendra
- Kumpulan puisi Emha Aiun Nadjib
- Kumpulan Puisi Widji Tukul - Aku ingin jadi peluru
- Kumpulan puisi Toto ST Radik
- Kumpulan Puisi Gojek JS
- Kumpulan Puisi Umbu Landu Paranggi
Biografi Penyair
sumber: http://crossfire-net.blogspot.com/2010/01/sutardji-calzoum-bachri.html#ixzz2271xHZpd
0 comments:
Post a Comment