Zainab terjaga dari tidurnya akibat serbuan nyamuk – nyamuk nakal yang kelaparan. Padahal tubuhnya sudah kurus kering tetapi anehnya setiap malam nyamuk – nyamuk itu masih saja mengincar darahnya. Mungkin darah yang mengalir dalam tubuhnya merupakan menu spesial buat mereka. Makanya setiap malam dia seperti sedang melakukan transfusi darah gratis buat nyamuk – nyamuk itu. Sepertinya obat nyamuk bakar yang dibakar Nenek sudah habis makanya nyamuk – nyamuk itu mulai unjuk gigi. Iklan di televisi bilang bisa tahan 8 jam tapi anehnya baru 6 jam obat nyamuknya sudah habis. Beginilah kalau jadi korban iklan. Untung besar buat mereka tapi buntung besar buat Zainab.
“ Aduh, dasar nyamuk – nyamuk jelek. “ Gerutunya kesal.
Hembusan angin dingin yang menerobos masuk melalui celah dinding yang terbuat dari pelepah kelapa yang sudah lapuk dimakan usia, membuat tubuh mungilnya menggiging kedinginan. Tangannya meraba – raba dalam gelap berusaha mencari kain sarungnya. Namun tak ada. Berbekal cahaya bulan yang menerobos masuk melalui atap yang bocor, dia berhasil menemukan kain sarungnya yang ternyata jatuh di bawah tempat tidurnya. Mulutnya menguap lebar karena masih mengantuk, namun ketika dia ingin kembali melanjutkan tidurnya suara derit tempat tidur bambu yang ada di belakang lemari mengurungkan niatnya. Ada yang bangun. Tak lama kemudian cahaya redup dari lampu pelita yang terbuat dari botol bekas menerangi sebagian kamar. Lalu terdengar suara batuk. Zainabpun tahu siapa yang bangun. Suara batuk itu pasti suara batuk Kakek Hamid. Beliau adalah ayah kandung Ibunya.
Sudah beberapa bulan ini Zainab tinggal bersama Kakek dan Neneknya. Dia terpaksa pindah dari Ende ke Waingapu karena permintaan Ibunya.
“ Kasihan Ambumu sudah sepuluh tahun mereka tak melihatmu. Mereka pasti sangat merindukanmu, Zainab. Apalagi kamu cucu pertamanya. Inne ne’e Baba harap kamu bisa menggantikan kami merawat kedua Ambumu. Karena itu kamu sekolah di Waingapu saja ya, disana juga ada MTs sama seperti disini. Kami tidak bisa mengantarmu karena adik – adikmu ini mabuk laut. Kamu bisa kan pergi sendiri? Nanti ada Om Azis yang liat kamu selama di Kapal. “ Pinta Ibunya ketika dia menerima Ijasah SDnya.
Dan Zainab tak punya nyali untuk menolak permintaan Ibunya. Walaupun Ibunya meminta dengan sangat halus, Zainab sudah cukup tahu kalau dibalik kata – kata halus itu tidak ada yang namanya penolakan. Semua yang dikatakan Ibunya harus diikuti. Bila tidak maka tubuhnya akan dicium kayu atau cubitan kuku. Dia ingin meminta pertolongan Ayahnya namun lelaki yang selalu membelanya sudah hampir sebulan ini kerja bangunan di Maumere. Otomatis semua keputusan ada di tangan sang Ibu. Dan dia harus mengikutinya.
“ Kamu sudah bangun? “ Suara Kakek Hamid mengejutkan Zainab. Kakek Hamid merapikan kain sarung yang menutupi tubuh Nenek Halimah.Lelaki tua itu begitu setia dan penuh kasih sayang. Namun karena baru kali ini bertemu dan tinggal bersama mereka, Zainab masih merasa takut dan sungkan.
Zainab hanya diam tak menjawab pertanyaan sang Kakek.
“ Tidur sudah di luar masih gelap. “ Kata Kakek Hamid lagi sebelum meninggalkannya.
Tak lama kemudian terdengar suara derit pintu. Zainab jadi heran mau kemana Kakek Hamid malam – malam begini? Tidak mungkin kalau ke pasar. Mana ada orang yang membeli ikan malam – malam begini. Dari celah dinding kamarnya Zainab mengintip keluar. Dilihatnya Kakek Hamid sedang berdiri sambil memandang langit di sebelah timur. Aneh, apa yang dilihatnya? Karena penasaran Zainab memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang dilakukan Kakek Hamid di luar sana.
“ Kamu kenapa keluar? Mau buang air kecil? Mari sudah Ambu antar pergi kamar mandi. Jangan pergi sendiri, masih gelap. “
“ Ja’o tidak mau buang air kecil. “ Jawab Zainab sedikit kaku. Disamping karena rasa takut juga karena selama di Ende dia jarang memakai bahasa Indonesia. Makanya kalau bicara selalu dicampur dengan bahasa Ende.
“ Ooo... Ambu pikir kamu mau buang air kecil. Lalu kenapa kamu keluar? Masuk tidur sudah. Matahari masih lama baru muncul. “ Kakek Hamid tersenyum lembut. Rambut Zainab dibelainya dengan rasa sayang.
“ Ambu nggae apa? “ Zainab memberanikan diri untuk bertanya.
“Ambu lagi melihat bintang fajar. “
“ Bintang Fajar? Untuk apa? ”
“Ambu mau sholat Subuh. Tetapi Ambu tidak tahu sekarang sudah jam berapa. Suara adzan subuh kita tidak bisa dengar karena mesjid terlalu jauh. Kalau sudah ada bintang fajar berarti sudah subuh. Di sekolahnya Zainab dulu Ibu Guru pasti pernah ajar tentang bintang fajar kan? “
Zainab menganggukkan kepalanya.
“ Bintang fajarnya sudah ada? “ Zainab ikut menengadah ke langit sebelah timur mencari sang bintang fajar. Tetapi karena kedua matanya masih sangat mengantuk dia tak bisa melihatnya.
“ Itu diantara tiga bintang yang berjejer. Yang paling besar dan cahayanya paling terang. “ Kakek Hamid mengarahkan telunjuknya agar cucunya bisa ikut melihat bintang fajarnya.
“ Padahal ada disitu na. Medze ngata le. “ Zainab tertawa senang.
“ Zainab sudah berapa kali melihat bintang fajar? “
“ Ja’o baru lihat. Di Ende tidak ada bintang fajar. “
“ Ada, tapi Zainab tidak pernah bangun subuh makanya tidak pernah lihat bintang fajar. Iya kan? “
Zainab mengangguk dan tersenyum malu. Selama di Ende dia tak pernah sekalipun bangun subuh. Paling cepat dia bangun jam enam pagi. Itupun kalau dibangunkan Ibunya biar tidak terlambat ke sekolah.
“ Kira – kira sudah adzan subuh atau belum? “
“ Tidak tahu lagi. Tapi mungkin sudah adzan subuh kan sudah ada bintang fajar. “ “ Kalau begitu Ambu sholat dulu. Zainab mau sholat juga? “
“ Sholat? Tetapi ja’o mbembo cara solat itu ngeamba . ”
“ Zainab tidak tahu cara sholat? Apa selama ini kamu tidak pernah sholat? “
“ Kami tidak pernah sholat. Baba sibuk kerja kalau Inne setiap hari urus adik – adik. “
“ Astaghfirullahaladziem...” Kakek Hamid mengurut dadanya seakan tak percaya dengan jawaban cucunya. Dalam hati beliau bertanya – tanya selama ini apa saja yang dikerjakan anak dan menantunya sehingga cucunya tak bisa sholat dan mengaji. Apakah mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan duniawinya sehingga melupakan bekal syurgawinya? Padahal anak adalah jembatan saat melintasi Shirotal Mustaqiem. Jika anak tak tahu ilmu agama bagaimana dia bisa menolong orang tuanya di akherat nanti? Bisa – bisa satu keluarga jatuh ke dalam neraka. Naudzubillahimindzalik!
“ Kalau mengaji, Zainab bisa kan? “
“ Zainab baru masuk Iqro’ 2 waktu mau pindah disini. “Jawab Zainab polos.
Kakek Hamid menatap wajah Zainab tak percaya. Rasanya tidak mungkin anak usia 12 tahun belum mengetahui tata cara sholat. Beliau saja usia 6 tahun sudah bisa mengaji dan sholat.
“ Ambu mau mengajari Zainab sholat dan mengaji? “ Tanya Zainab ragu – ragu.
“ Zainab mau belajar sholat dan mengaji? “
“ Iya, mereka bilang kalau mau sekolah di MTs Ende itu harus bisa sholat dan mengaji. Tetapi karena ja’o tidak bisa sholat dan mengaji, Inne ne’e Baba suruh saya sekolah di MTs Waingapu saja. Disini tidak ada tes jadi biarpun tidak sholat dan mengaji bisa sekolah disini. Tetapi ja’o tidak mau sekolah disini, ja’o mau sekolah di Ende saja. Disini banyak babi dengan anjing tidak seperti di Ende. “
“ Kalau memang Zainab mau belajar sholat dan mengaji insya Allah sebentar Ambu bicara dengan ustad Abu Bakar. Biar nanti Zainab belajar di TPA. Zainab mau? “
“ Kenapa bukan Ambu saja yang ajar sama saya ? Ambukan bisa mengaji dengan sholat? Kalau mengaji di kampung sebelah saya tidak berani karena saya tidak kenal mereka semua. Nanti mereke ganggu saya lagi. Ambu saja yang ajar saya e. “
“Ambu tidak bisa mengaji, Ambu hanya bisa sholat. “
“ Biar tidak bisa mengaji bisa sholat? Kalau begitu saya tidak usah belajar mengaji, belajar sholat saja. Tetapi nanti baca apa sudah kalau sholat? “
“Ambu memang tidak bisa mengaji tetapi Ambu hafal niat sholat dan semua bacaan sholat. Ambu juga hafal beberapa surat dalam Al-Qur’an. Kalau Zainab hafal surat apa saja? “
“ Hanya surat Al-Fatihah saja. Dulu waktu TK saya hafal niat sholat dan bacaannya tetapi karena tidak pernah sholat saya lupa semua. Do’a tidur, makan, masuk WC Ibu guru ajar semua. Tetapi sekarang saya sudah tidak ingat. Saya waktu SD sekolah di SD Katolik karena dekat dengan asrama. “
“ Kalau begitu mulai besok sore, Ambu antar Zainab mengaji di rumah Ustad Abu Bakar. Nanti pulangnya biar Mama Tua yang jemput. Sebagai seorang muslimah yang ingin dicintai Allah dan RasulNya Zainab harus bisa mengaji dan sholat. Kalau kita tidak sholat, tidak mengaji dan puasa Allah akan sangat marah. Apalagi Zainab sudah akil balik jadi hukumnya wajib untuk selalu melaksanakan ibadah puasa dan sholat. Kalau kita punya iman orang – orang kafir tidak akan bisa membodohi kita. Zainab di sekolah belajar sejarah kan? Dulu bangsa kita dijajah bukan hanya karena masyarakat Indonesia saat itu bodoh dan terbelakang tetapi juga karena banyak orang musyrik. Kalau kita selalu beribadah dan memohon perlindungan Allah niscaya Dia akan selalu menjaga kita, melindungi dan menjauhkan kita dari kejahatan orang – orang kafir. Kalau iman kita kuat kita tidak akan mudah dipengaruhi orang – orang kafir. Kita akan tetap istikomah di jalan Allah. Banyak orang meninggalkan agama ini hanya karena silau oleh harta dunia yang nantinya akan menjadikan kita penghuni neraka. “
Zainab percaya kalau apa yang dikatakan Kakeknya benar. Dia sering melihat di televisi begitu banyak gadis – gadis seusianya yang bekerja di kota besar demi memenuhi keinginan orang tua mereka. Bahkan ada yang sengaja menjual bayinya agar bisa memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Dimana – mana uanglah yang berkuasa. Bahkan uang bisa digunakan untuk membeli keimanan seseorang. Seperti beberapa tetangganya yang menikah dengan perempuan Jawa. Di Jawa mereka berikrar masuk Islam dan menikah di Mesjid. Tetapi setelah pulang isterinya dipaksa masuk agamanya. Ada yang kuat imannya dan memilih pulang ke kampung halamannya. Tetapi ada juga yang dengan ikhlas memurtadkan diribegitu melihat harta benda suaminya. Penduduk asli Tanah Marapu ini memang kebanyakan turunan raja – raja Sumba zaman dulu. Mereka memiliki tanah ribuan hektar dan binatang ternak seperti sapi, kuda dan si kaki pendek ( babi ) yang kadang dibiarkan saja berkeliaran di padang tanpa khawatir ada yang akan mencurinya. Siapa yang berani mencuri binatang ternak milik orang – orang terpandang?
Keluarga yang memiliki banyak anak perempuan dikategorikan sebagai keluarga kaya. Sebab anak perempuan adalah lumbung emas bagi keluarganya. Biaya melamar atau lebih dikenal dengan istilah bayar belis seorang anak gadis harus sama dengan Ibunya dulu. Bila dulu sang Ibu dilamar dengan empat ekor kuda maka anaknyapun demikian. Jika tidak sesuai maka akan ditolak atau sang pria kawin masuk. Maksudnya dia tinggal di rumah isterinya namun tidak mempunyai hak apa – apa atas isteri dan anaknya. Kecuali bila belisnya telah sesuai. Makanya kebanyakan pemuda yang tak punya modal lebih memilih menikah dengan gadis dari suku yang lain. Di pulau Sumba ini orang yang miskin bisa jadi kaya karena anak perempuannya. Namun sebaliknya orang yang kaya bisa jadi melarat karena anak laki – lakinya menikah dengan perempuan Sumba atau Sabu. Zainab merasa bersyukur karena dia bukan asli orang Sumba atau Sabu. Dia lahir di Sumba, ayahnya orang Ende tetapi Ibunya orang Sabu yang juga berdarah Ende.
Alhamdulillah, walaupun orang Sabu asli Neneknya tidak menuntut uang yang banyak ketika ayahnya datang melamar Ibunya. Pemikiran orang tua zaman dulu yang paling utama adalah kebahagiaan anaknya. Harta bisa dicari namun kebahagiaan hadir dari dalam hati seseorang. Tidak seperti orang tua zaman sekarang bila yang datang melamar pemuda miskin maka berbagai alasanpun dipakai. Belum cukup umur atau kami masih sanggup menjaga dan memberi makan anak kami adalah salah satu alasan klise yang sering dilontarkan. Namun ketika sang anak sudah hamil baru mereka tahu kalau anaknya sudah kelebihan umur dan mereka tak bisa menjaga anaknya dengan baik. Keluargapun saling salah menyalahkan. Keputusan terakhir merekapun dinikahkan. Padahal dalam agama Islam dilarang menikahkan perempuan yang sudah hamil duluan. Kehormatan keluarga dijadikan alasan utamanya dan melupakan syariat Islam. Padahal sebelumya kesenangan keluarga untuk mendapatkan uang yang banyak lebih diutamakan sehingga saat dilamar secara baik – baik masih saja ditolak. Sikap yang patut ditiru oleh orang – orang yang ingin merasakan panasnya api neraka Allah.
Kakek Hamid sangat senang karena Zainab cucu pertamanya yang terkenal nakal dan pembangkang sekarang mau belajar ngaji dan sholat. Setiap sore sebelum ke pasar Kakek Hamid selalu mengantar cucu kesayangannya itu ke TPA. Mereka berdua naik sepeda menyusuri jembatan papan yang menghubungkan antara desa tempat tinggal Kakek Hamid dan Ustad Abu Bakar. Diminggu pertama Zainab masih diantar oleh Kakek Hamid dan dijemput Nenek Halimah. Setelah mendapatkan seorang teman yang kebetulan sekampung dengannya Zainabpun tak mau lagi diantar jemput. Memang dia masih sedikit susah berkomunikasi dengan teman – temannya karena cara bicaranya yang masih mencampur bahasa Ende dengan bahasa Indonesia.
Namun dia tak kehilangan akal, kadang kala dia menggunakan bahasa isyarat dengan mereka. Zainab mengerti apa yang dikatakan guru, teman – teman dan orang – orang disekitarnya. Masalahnya dia belum bisa sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Makanya kadang kala kata – katanya rancu membuat lawan bicaranya bingung. Beruntug teman – temannya mengerti akan kesulitan yang dia hadapi. Mereka malah senang dan lucu bila mendengar Zainab bicara. Bahkan ada yang minta diajari bahasa Ende. Zainab tak mau mengajari mereka dengan gratis. Dia ikut meminta mereka mengajarinya bahasa Sumba dan Sabu. Memiliki teman – teman baru yang berbeda suku degannya walaupun ada dalam satu propinsi NTT, membuat Zainab betah tinggal bersama Kakek dan Nenekya. Dia tak pernah lagi menangis minta pulang ke Ende. Bahkan disetiap libur kenaikan kelaspun dia hanya pulang selama seminggu.
Zainab merasa sangat bahagia tinggal bersama Kakek dan Neneknya. Terutama Kakeknya yang sangat memanjakannya. Mereka selalu sholat berjama’ah di rumah. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya saat bersama kedua orang tuanya. Tidak pernah sekalipun Kakeknya meninggalkan sholat. Kemarinpun saat tubuhnya terbaring lemah tak berdaya karena penyakit liver yang dideritanya, lelaki separuh baya itu tetap sholat dengan bantuan isterinya. Perhatian dan kasih sayang mereka begitu besar padanya. Ketika dia sedang belajar atau mengaji, Nenek selalu menemaninya. Diapun selalu tidur bersama Neneknya sehingga bila terjaga di malam hari dia tidak lagi merasa takut. Meskipun rumah tempat tinggal mereka sudah berlubang dimana – mana hidup mereka bertiga tetap bahagia. Setiap subuh Zainab selalu bangun bersama Kakeknya melihat bintang fajar lalu kemudian sholat subuh bersama. Biasanya sehabis sholat subuh Kakeknya selalu berdo’a dan wirid. Zainab paling suka ketika Kakeknya melafadzkan ‘ Ya hayyu ya qoyyum ahya qulub tahya washlihlana ‘amal fiddien waladunya ‘. Walaupun tak mengerti apa artinya entah kenapa jantungnya selalu berdegup kencang. Ada rasa aneh yang dia sendiri tak tahu apa.
Setiap hari setelah selesai sholat subuh Kakek Hamid pergi ke pasar ikan untuk menjual ikan yang dibelinya dari nelayan yang punya perahu. Tidak pernah seharipun Kakeknya libur ke pasar.
“ Kalau Bapak Tua tidak pergi pasar nanti kita makan apa? “ Begitu alasan yang selalu dilontarkannya bila Zainab menyuruhnya istirahat sehari saja.
“ Tetapi Ambukan sudah tua dan sakit – sakit nanti kalau Ambu sakit di pasar bagaimana? Lebih baik sekarang Ambu istrahat saja dulu di rumah. Ambukan baru sebulan keluar dari rumah sakit. Luka bekas operasi itu belum sembuh betul. “
“ Ambu sekarang sudah sehat dan bisa pergi jual ikan kembali. Kalau terlalu lama tidak pergi pasar nanti perahu yang baru kita beli dicuri orang. Insya Allah Ambu tidak akan sakit lagi bila kamu selalu mendo’akan Ambu disetiap sujud terakhirmu. Do’a cucu yang solehah, insya Allah akan diijabah. “
“ Benarkah? “ Mata Zainab berbinar – binar penuh harapan. Begitu sayangnya dia pada Kakeknya sehingga dia begitu takut kalau suatu hari nanti lelaki tua yang penuh cinta itu akan pergi meninggalkannya. Kata – kata Kakeknya membuat harapannya kalau suatu hari nanti Kakeknya akan kembali sehat tumbuh kembali. Setiap akhir sujud dalam sholatnya baik wajib maupun sunnah dia selalu memohon pada Allah agar Kakeknya tidak sakit. Agar Kakeknya selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.
“ Ya Allah, jaga dan lindungilah Ambu jo. Jangan kasih Ambu penyakit lagi. Kasihan Ambu. Kalau Ambu sakit siapa yang cari makan buat kami? Baba dengan Inne tidak pernah lagi kirim uang buat saya. Kalau Ambu tidak ke pasar dan tidak ada uang saya tidak bisa beli buku dan pena. Kami juga tidak punya uang buat bawa Ambu ke rumah sakit. Ya Allah, tiada tempat aku meminta dan memohon perlindungan selain hanya ke padaMu. Istajib do’a ana ya Allah. Aamiin...”
Manusia boleh berencana namun Allah yang menentukan hasil akhirnya. Apakah sesuai dengan harapan kita atau tidak semuanya terserah padanya. Allah lebih tahu mana yang terbaik buat hambaNya. Do’a yang dipanjatkan Zainab bukannya tak diijabah Allah tetapi mungkin Allah punya rencana yang lebih indah buat Kakeknya. Siangnya sepulang sekolah ada banyak orang di rumahnya. Wajahnya langsug memucat bayangan Kakek Hamid bermain di benaknya.
“ Assalamu’alaykum, Ambu... Ambu....” Zainab memanggil – manggil Neneknya. Dia tak peduli dengan orang – orang yag berdiri di depan pintu rumahnya. Didalam Nenek Hamid sedang menangis sambil memangku kepala Kakek Hamid. Zainab memeluk tubuh Kakeknya sambil menangis.
“ Ambu kenapa? Siapa yang buat Ambu begini?” Tanya Zainab diantara isak tangisnya. “ Tadi pagi Ambu bilang sudah sehat. Terus kenapa Ambu sakit lagi? Ambu bohong sama saya dengan Ambu perempuan. “
“ Kamu punya Bapak Tua tadi pagi pergi balik perahunya yang terbalik gara – gara dihantam ombak. Itu perahu berat sekali makanya benang jahitannya langsung terlepas. Kami tidak lihat makanya kami tidak bantu. “ Kata Pak sholeh salah satu nelayan yang biasa berjualan ikan disamping Kakeknya.
“ Lalu sekarang bagaimana sudah? “ Zainab menatap wajah Neneknya bingung. Nenek Halimah hanya menggelengkan kepalanya.
Kedua Nenek dan cucu itu hanya bisa pasrah pada nasib. Pasrah pada keadaan. Ingin rasanya membawa Kakek Hamid ke rumah sakit, tapi uang darimana? Jamkesmas pun tak ada. Mau minta tolong pada saudara tetapi sama saja dengan bohong. Kondisi merekapun sama. Sama – sama miskin. Kadang kala dia bertanya – tanya sendiri apakah memang sudah takdir kalau keluarganya miskin? Rasanya sangat menyedihkan melihat keadaan Kakeknya yang terbaring sakit tanpa dia bisa melakukan sesuatu yang berarti. Setiap kali menyuapkan bubur cair ke mulut Kakeknya Zainab tak kuasa menahan kesedihannya. Bagaimana bisa sembuh kalau makanannya tak bergizi? Kedua orang tuanya bisa datang karena berhutang pada tetangga. Seringkali Mamanya berhutang beras di kios tetangga agar mereka bisa makan. Bapaknya setiap hari duduk termenung menyesali diri karena tak bisa berbuat apa – apa untuk Ayah mertuanya.
Setiap hendak berangkat ke sekolah Zainab merasa kedua kakinya begitu berat untuk melangkah. Tak ada lagi semangat untuk menuntut ilmu. Semangatnya seolah ikut terbaring sakit di ranjang bambu tempat Kakeknya terbaring lemah. Diapun jadi malas mengaji dan sholat.
“ Allah sangat kejam sama Ambu. Padahal Ambu selau sholat lima waktu. Ambu selalu puasa dan pergi sholat taraweh walaupun mesjidnya jauh. Ambu selalu baik sama tetangga dan memberi mereka ikan gratis. Tetapi kenapa Allah begitu kejam membuat Ambu menderita sakit seperti ini. Ambu sayanainab sholat dan mengaji? Mulai sekarang Zainab tidak mau lagi sholat, puasa dan mengaji. “
“ Astaghfirullahaladziem, Zainab kamu tidak boleh bicara seperti itu. Hidup itu harus ikhlas. Apapun yang Allah berikan harus kita syukuri. Allah tidak akan menguji hambaNya diluar batas kemampuan kita. Allah itu Maha Cinta. Kalau kita ingin dicintai Allah kita harus menyerahkan diri kita seutuhnya kepada Allah Swt. Hidup ini tidak akan berakhir sampai disini saja. Masih ada kehidupan kedua di Yaumil akhir nanti. Biarlah di dunia kita hidup menderita dalam kemiskinan asalkan di akherat nanti hidup kita bahagia dalam Jannah Allah. Harta memang penting dalam hidup manusia. Tetapi siapa bilang orang yang banyak harta itu hidupnya bahagia? Harta tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang.
PROFIL PENULIS
Nama : Siti Fatimah Binti Jafar
Alamat : MTsN. Kamalaputi Jln. Sultan Agung no. 36. Waingapu Sumba Timur NTT
Facebook : shifa jafar
Alamat : MTsN. Kamalaputi Jln. Sultan Agung no. 36. Waingapu Sumba Timur NTT
Facebook : shifa jafar
0 comments:
Post a Comment