Zainab terjaga dari tidurnya akibat
serbuan nyamuk – nyamuk nakal yang kelaparan. Padahal tubuhnya sudah
kurus kering tetapi anehnya setiap malam nyamuk – nyamuk itu masih saja
mengincar darahnya. Mungkin darah yang mengalir dalam tubuhnya merupakan
menu spesial buat mereka. Makanya setiap malam dia seperti sedang
melakukan transfusi darah gratis buat nyamuk – nyamuk itu. Sepertinya
obat nyamuk bakar yang dibakar Nenek sudah habis makanya nyamuk – nyamuk
itu mulai unjuk gigi. Iklan di televisi bilang bisa tahan 8 jam tapi
anehnya baru 6 jam obat nyamuknya sudah habis. Beginilah kalau jadi
korban iklan. Untung besar buat mereka tapi buntung besar buat Zainab.
“ Aduh, dasar nyamuk – nyamuk jelek. “ Gerutunya kesal.
Hembusan
angin dingin yang menerobos masuk melalui celah dinding yang terbuat
dari pelepah kelapa yang sudah lapuk dimakan usia, membuat tubuh
mungilnya menggiging kedinginan. Tangannya meraba – raba dalam gelap
berusaha mencari kain sarungnya. Namun tak ada. Berbekal cahaya bulan
yang menerobos masuk melalui atap yang bocor, dia berhasil menemukan
kain sarungnya yang ternyata jatuh di bawah tempat tidurnya. Mulutnya
menguap lebar karena masih mengantuk, namun ketika dia ingin kembali
melanjutkan tidurnya suara derit tempat tidur bambu yang ada di belakang
lemari mengurungkan niatnya. Ada yang bangun. Tak lama kemudian cahaya
redup dari lampu pelita yang terbuat dari botol bekas menerangi sebagian
kamar. Lalu terdengar suara batuk. Zainabpun tahu siapa yang bangun.
Suara batuk itu pasti suara batuk Kakek Hamid. Beliau adalah ayah
kandung Ibunya.
Sudah beberapa bulan ini Zainab tinggal bersama
Kakek dan Neneknya. Dia terpaksa pindah dari Ende ke Waingapu karena
permintaan Ibunya.
“ Kasihan Ambumu sudah sepuluh tahun mereka tak
melihatmu. Mereka pasti sangat merindukanmu, Zainab. Apalagi kamu cucu
pertamanya. Inne ne’e Baba harap kamu bisa menggantikan kami merawat
kedua Ambumu. Karena itu kamu sekolah di Waingapu saja ya, disana juga
ada MTs sama seperti disini. Kami tidak bisa mengantarmu karena adik –
adikmu ini mabuk laut. Kamu bisa kan pergi sendiri? Nanti ada Om Azis
yang liat kamu selama di Kapal. “ Pinta Ibunya ketika dia menerima
Ijasah SDnya.
Dan Zainab tak punya nyali untuk menolak permintaan
Ibunya. Walaupun Ibunya meminta dengan sangat halus, Zainab sudah cukup
tahu kalau dibalik kata – kata halus itu tidak ada yang namanya
penolakan. Semua yang dikatakan Ibunya harus diikuti. Bila tidak maka
tubuhnya akan dicium kayu atau cubitan kuku. Dia ingin meminta
pertolongan Ayahnya namun lelaki yang selalu membelanya sudah hampir
sebulan ini kerja bangunan di Maumere. Otomatis semua keputusan ada di
tangan sang Ibu. Dan dia harus mengikutinya.
“ Kamu sudah bangun? “
Suara Kakek Hamid mengejutkan Zainab. Kakek Hamid merapikan kain sarung
yang menutupi tubuh Nenek Halimah.Lelaki tua itu begitu setia dan penuh
kasih sayang. Namun karena baru kali ini bertemu dan tinggal bersama
mereka, Zainab masih merasa takut dan sungkan.
Zainab hanya diam tak menjawab pertanyaan sang Kakek.
“ Tidur sudah di luar masih gelap. “ Kata Kakek Hamid lagi sebelum meninggalkannya.
Tak
lama kemudian terdengar suara derit pintu. Zainab jadi heran mau kemana
Kakek Hamid malam – malam begini? Tidak mungkin kalau ke pasar. Mana
ada orang yang membeli ikan malam – malam begini. Dari celah dinding
kamarnya Zainab mengintip keluar. Dilihatnya Kakek Hamid sedang berdiri
sambil memandang langit di sebelah timur. Aneh, apa yang dilihatnya?
Karena penasaran Zainab memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang
dilakukan Kakek Hamid di luar sana.
“ Kamu kenapa keluar? Mau buang air kecil? Mari sudah Ambu antar pergi kamar mandi. Jangan pergi sendiri, masih gelap. “
“
Ja’o tidak mau buang air kecil. “ Jawab Zainab sedikit kaku. Disamping
karena rasa takut juga karena selama di Ende dia jarang memakai bahasa
Indonesia. Makanya kalau bicara selalu dicampur dengan bahasa Ende.
“
Ooo... Ambu pikir kamu mau buang air kecil. Lalu kenapa kamu keluar?
Masuk tidur sudah. Matahari masih lama baru muncul. “ Kakek Hamid
tersenyum lembut. Rambut Zainab dibelainya dengan rasa sayang.
“ Ambu nggae apa? “ Zainab memberanikan diri untuk bertanya.
“Ambu lagi melihat bintang fajar. “
“ Bintang Fajar? Untuk apa? ”
“Ambu
mau sholat Subuh. Tetapi Ambu tidak tahu sekarang sudah jam berapa.
Suara adzan subuh kita tidak bisa dengar karena mesjid terlalu jauh.
Kalau sudah ada bintang fajar berarti sudah subuh. Di sekolahnya Zainab
dulu Ibu Guru pasti pernah ajar tentang bintang fajar kan? “
Zainab menganggukkan kepalanya.
“
Bintang fajarnya sudah ada? “ Zainab ikut menengadah ke langit sebelah
timur mencari sang bintang fajar. Tetapi karena kedua matanya masih
sangat mengantuk dia tak bisa melihatnya.
“ Itu diantara tiga bintang
yang berjejer. Yang paling besar dan cahayanya paling terang. “ Kakek
Hamid mengarahkan telunjuknya agar cucunya bisa ikut melihat bintang
fajarnya.
“ Padahal ada disitu na. Medze ngata le. “ Zainab tertawa senang.
“ Zainab sudah berapa kali melihat bintang fajar? “
“ Ja’o baru lihat. Di Ende tidak ada bintang fajar. “
“ Ada, tapi Zainab tidak pernah bangun subuh makanya tidak pernah lihat bintang fajar. Iya kan? “
Zainab
mengangguk dan tersenyum malu. Selama di Ende dia tak pernah sekalipun
bangun subuh. Paling cepat dia bangun jam enam pagi. Itupun kalau
dibangunkan Ibunya biar tidak terlambat ke sekolah.
“ Kira – kira sudah adzan subuh atau belum? “
“
Tidak tahu lagi. Tapi mungkin sudah adzan subuh kan sudah ada bintang
fajar. “ “ Kalau begitu Ambu sholat dulu. Zainab mau sholat juga? “
“ Sholat? Tetapi ja’o mbembo cara solat itu ngeamba . ”
“ Zainab tidak tahu cara sholat? Apa selama ini kamu tidak pernah sholat? “
“ Kami tidak pernah sholat. Baba sibuk kerja kalau Inne setiap hari urus adik – adik. “
“
Astaghfirullahaladziem...” Kakek Hamid mengurut dadanya seakan tak
percaya dengan jawaban cucunya. Dalam hati beliau bertanya – tanya
selama ini apa saja yang dikerjakan anak dan menantunya sehingga cucunya
tak bisa sholat dan mengaji. Apakah mereka terlalu sibuk dengan
pekerjaan duniawinya sehingga melupakan bekal syurgawinya? Padahal anak
adalah jembatan saat melintasi Shirotal Mustaqiem. Jika anak tak tahu
ilmu agama bagaimana dia bisa menolong orang tuanya di akherat nanti?
Bisa – bisa satu keluarga jatuh ke dalam neraka. Naudzubillahimindzalik!
“ Kalau mengaji, Zainab bisa kan? “
“ Zainab baru masuk Iqro’ 2 waktu mau pindah disini. “Jawab Zainab polos.
Kakek
Hamid menatap wajah Zainab tak percaya. Rasanya tidak mungkin anak usia
12 tahun belum mengetahui tata cara sholat. Beliau saja usia 6 tahun
sudah bisa mengaji dan sholat.
“ Ambu mau mengajari Zainab sholat dan mengaji? “ Tanya Zainab ragu – ragu.
“ Zainab mau belajar sholat dan mengaji? “
“
Iya, mereka bilang kalau mau sekolah di MTs Ende itu harus bisa sholat
dan mengaji. Tetapi karena ja’o tidak bisa sholat dan mengaji, Inne ne’e
Baba suruh saya sekolah di MTs Waingapu saja. Disini tidak ada tes jadi
biarpun tidak sholat dan mengaji bisa sekolah disini. Tetapi ja’o tidak
mau sekolah disini, ja’o mau sekolah di Ende saja. Disini banyak babi
dengan anjing tidak seperti di Ende. “
“ Kalau memang Zainab mau
belajar sholat dan mengaji insya Allah sebentar Ambu bicara dengan ustad
Abu Bakar. Biar nanti Zainab belajar di TPA. Zainab mau? “
“ Kenapa
bukan Ambu saja yang ajar sama saya ? Ambukan bisa mengaji dengan
sholat? Kalau mengaji di kampung sebelah saya tidak berani karena saya
tidak kenal mereka semua. Nanti mereke ganggu saya lagi. Ambu saja yang
ajar saya e. “
“Ambu tidak bisa mengaji, Ambu hanya bisa sholat. “
“
Biar tidak bisa mengaji bisa sholat? Kalau begitu saya tidak usah
belajar mengaji, belajar sholat saja. Tetapi nanti baca apa sudah kalau
sholat? “
“Ambu memang tidak bisa mengaji tetapi Ambu hafal niat
sholat dan semua bacaan sholat. Ambu juga hafal beberapa surat dalam
Al-Qur’an. Kalau Zainab hafal surat apa saja? “
“ Hanya surat
Al-Fatihah saja. Dulu waktu TK saya hafal niat sholat dan bacaannya
tetapi karena tidak pernah sholat saya lupa semua. Do’a tidur, makan,
masuk WC Ibu guru ajar semua. Tetapi sekarang saya sudah tidak ingat.
Saya waktu SD sekolah di SD Katolik karena dekat dengan asrama. “
“
Kalau begitu mulai besok sore, Ambu antar Zainab mengaji di rumah Ustad
Abu Bakar. Nanti pulangnya biar Mama Tua yang jemput. Sebagai seorang
muslimah yang ingin dicintai Allah dan RasulNya Zainab harus bisa
mengaji dan sholat. Kalau kita tidak sholat, tidak mengaji dan puasa
Allah akan sangat marah. Apalagi Zainab sudah akil balik jadi hukumnya
wajib untuk selalu melaksanakan ibadah puasa dan sholat. Kalau kita
punya iman orang – orang kafir tidak akan bisa membodohi kita. Zainab di
sekolah belajar sejarah kan? Dulu bangsa kita dijajah bukan hanya
karena masyarakat Indonesia saat itu bodoh dan terbelakang tetapi juga
karena banyak orang musyrik. Kalau kita selalu beribadah dan memohon
perlindungan Allah niscaya Dia akan selalu menjaga kita, melindungi dan
menjauhkan kita dari kejahatan orang – orang kafir. Kalau iman kita kuat
kita tidak akan mudah dipengaruhi orang – orang kafir. Kita akan tetap
istikomah di jalan Allah. Banyak orang meninggalkan agama ini hanya
karena silau oleh harta dunia yang nantinya akan menjadikan kita
penghuni neraka. “
Zainab percaya kalau apa yang dikatakan
Kakeknya benar. Dia sering melihat di televisi begitu banyak gadis –
gadis seusianya yang bekerja di kota besar demi memenuhi keinginan orang
tua mereka. Bahkan ada yang sengaja menjual bayinya agar bisa
memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Dimana – mana uanglah yang
berkuasa. Bahkan uang bisa digunakan untuk membeli keimanan seseorang.
Seperti beberapa tetangganya yang menikah dengan perempuan Jawa. Di Jawa
mereka berikrar masuk Islam dan menikah di Mesjid. Tetapi setelah
pulang isterinya dipaksa masuk agamanya. Ada yang kuat imannya dan
memilih pulang ke kampung halamannya. Tetapi ada juga yang dengan ikhlas
memurtadkan diribegitu melihat harta benda suaminya. Penduduk asli
Tanah Marapu ini memang kebanyakan turunan raja – raja Sumba zaman dulu.
Mereka memiliki tanah ribuan hektar dan binatang ternak seperti sapi,
kuda dan si kaki pendek ( babi ) yang kadang dibiarkan saja berkeliaran
di padang tanpa khawatir ada yang akan mencurinya. Siapa yang berani
mencuri binatang ternak milik orang – orang terpandang?
Keluarga
yang memiliki banyak anak perempuan dikategorikan sebagai keluarga kaya.
Sebab anak perempuan adalah lumbung emas bagi keluarganya. Biaya
melamar atau lebih dikenal dengan istilah bayar belis seorang anak gadis
harus sama dengan Ibunya dulu. Bila dulu sang Ibu dilamar dengan empat
ekor kuda maka anaknyapun demikian. Jika tidak sesuai maka akan ditolak
atau sang pria kawin masuk. Maksudnya dia tinggal di rumah isterinya
namun tidak mempunyai hak apa – apa atas isteri dan anaknya. Kecuali
bila belisnya telah sesuai. Makanya kebanyakan pemuda yang tak punya
modal lebih memilih menikah dengan gadis dari suku yang lain. Di pulau
Sumba ini orang yang miskin bisa jadi kaya karena anak perempuannya.
Namun sebaliknya orang yang kaya bisa jadi melarat karena anak laki –
lakinya menikah dengan perempuan Sumba atau Sabu. Zainab merasa
bersyukur karena dia bukan asli orang Sumba atau Sabu. Dia lahir di
Sumba, ayahnya orang Ende tetapi Ibunya orang Sabu yang juga berdarah
Ende.
Alhamdulillah, walaupun orang Sabu asli Neneknya tidak menuntut
uang yang banyak ketika ayahnya datang melamar Ibunya. Pemikiran orang
tua zaman dulu yang paling utama adalah kebahagiaan anaknya. Harta bisa
dicari namun kebahagiaan hadir dari dalam hati seseorang. Tidak seperti
orang tua zaman sekarang bila yang datang melamar pemuda miskin maka
berbagai alasanpun dipakai. Belum cukup umur atau kami masih sanggup
menjaga dan memberi makan anak kami adalah salah satu alasan klise yang
sering dilontarkan. Namun ketika sang anak sudah hamil baru mereka tahu
kalau anaknya sudah kelebihan umur dan mereka tak bisa menjaga anaknya
dengan baik. Keluargapun saling salah menyalahkan. Keputusan terakhir
merekapun dinikahkan. Padahal dalam agama Islam dilarang menikahkan
perempuan yang sudah hamil duluan. Kehormatan keluarga dijadikan alasan
utamanya dan melupakan syariat Islam. Padahal sebelumya kesenangan
keluarga untuk mendapatkan uang yang banyak lebih diutamakan sehingga
saat dilamar secara baik – baik masih saja ditolak. Sikap yang patut
ditiru oleh orang – orang yang ingin merasakan panasnya api neraka
Allah.
Kakek Hamid sangat senang karena Zainab cucu pertamanya yang
terkenal nakal dan pembangkang sekarang mau belajar ngaji dan sholat.
Setiap sore sebelum ke pasar Kakek Hamid selalu mengantar cucu
kesayangannya itu ke TPA. Mereka berdua naik sepeda menyusuri jembatan
papan yang menghubungkan antara desa tempat tinggal Kakek Hamid dan
Ustad Abu Bakar. Diminggu pertama Zainab masih diantar oleh Kakek Hamid
dan dijemput Nenek Halimah. Setelah mendapatkan seorang teman yang
kebetulan sekampung dengannya Zainabpun tak mau lagi diantar jemput.
Memang dia masih sedikit susah berkomunikasi dengan teman – temannya
karena cara bicaranya yang masih mencampur bahasa Ende dengan bahasa
Indonesia.
Namun dia tak kehilangan akal, kadang kala dia
menggunakan bahasa isyarat dengan mereka. Zainab mengerti apa yang
dikatakan guru, teman – teman dan orang – orang disekitarnya. Masalahnya
dia belum bisa sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Makanya kadang
kala kata – katanya rancu membuat lawan bicaranya bingung. Beruntug
teman – temannya mengerti akan kesulitan yang dia hadapi. Mereka malah
senang dan lucu bila mendengar Zainab bicara. Bahkan ada yang minta
diajari bahasa Ende. Zainab tak mau mengajari mereka dengan gratis. Dia
ikut meminta mereka mengajarinya bahasa Sumba dan Sabu. Memiliki teman –
teman baru yang berbeda suku degannya walaupun ada dalam satu propinsi
NTT, membuat Zainab betah tinggal bersama Kakek dan Nenekya. Dia tak
pernah lagi menangis minta pulang ke Ende. Bahkan disetiap libur
kenaikan kelaspun dia hanya pulang selama seminggu.
Zainab merasa
sangat bahagia tinggal bersama Kakek dan Neneknya. Terutama Kakeknya
yang sangat memanjakannya. Mereka selalu sholat berjama’ah di rumah.
Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya saat bersama kedua orang tuanya.
Tidak pernah sekalipun Kakeknya meninggalkan sholat. Kemarinpun saat
tubuhnya terbaring lemah tak berdaya karena penyakit liver yang
dideritanya, lelaki separuh baya itu tetap sholat dengan bantuan
isterinya. Perhatian dan kasih sayang mereka begitu besar padanya.
Ketika dia sedang belajar atau mengaji, Nenek selalu menemaninya. Diapun
selalu tidur bersama Neneknya sehingga bila terjaga di malam hari dia
tidak lagi merasa takut. Meskipun rumah tempat tinggal mereka sudah
berlubang dimana – mana hidup mereka bertiga tetap bahagia. Setiap subuh
Zainab selalu bangun bersama Kakeknya melihat bintang fajar lalu
kemudian sholat subuh bersama. Biasanya sehabis sholat subuh Kakeknya
selalu berdo’a dan wirid. Zainab paling suka ketika Kakeknya melafadzkan
‘ Ya hayyu ya qoyyum ahya qulub tahya washlihlana ‘amal fiddien
waladunya ‘. Walaupun tak mengerti apa artinya entah kenapa jantungnya
selalu berdegup kencang. Ada rasa aneh yang dia sendiri tak tahu apa.
Setiap
hari setelah selesai sholat subuh Kakek Hamid pergi ke pasar ikan untuk
menjual ikan yang dibelinya dari nelayan yang punya perahu. Tidak
pernah seharipun Kakeknya libur ke pasar.
“ Kalau Bapak Tua tidak
pergi pasar nanti kita makan apa? “ Begitu alasan yang selalu
dilontarkannya bila Zainab menyuruhnya istirahat sehari saja.
“
Tetapi Ambukan sudah tua dan sakit – sakit nanti kalau Ambu sakit di
pasar bagaimana? Lebih baik sekarang Ambu istrahat saja dulu di rumah.
Ambukan baru sebulan keluar dari rumah sakit. Luka bekas operasi itu
belum sembuh betul. “
“ Ambu sekarang sudah sehat dan bisa pergi jual
ikan kembali. Kalau terlalu lama tidak pergi pasar nanti perahu yang
baru kita beli dicuri orang. Insya Allah Ambu tidak akan sakit lagi bila
kamu selalu mendo’akan Ambu disetiap sujud terakhirmu. Do’a cucu yang
solehah, insya Allah akan diijabah. “
“ Benarkah? “ Mata Zainab
berbinar – binar penuh harapan. Begitu sayangnya dia pada Kakeknya
sehingga dia begitu takut kalau suatu hari nanti lelaki tua yang penuh
cinta itu akan pergi meninggalkannya. Kata – kata Kakeknya membuat
harapannya kalau suatu hari nanti Kakeknya akan kembali sehat tumbuh
kembali. Setiap akhir sujud dalam sholatnya baik wajib maupun sunnah dia
selalu memohon pada Allah agar Kakeknya tidak sakit. Agar Kakeknya
selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.
“ Ya
Allah, jaga dan lindungilah Ambu jo. Jangan kasih Ambu penyakit lagi.
Kasihan Ambu. Kalau Ambu sakit siapa yang cari makan buat kami? Baba
dengan Inne tidak pernah lagi kirim uang buat saya. Kalau Ambu tidak ke
pasar dan tidak ada uang saya tidak bisa beli buku dan pena. Kami juga
tidak punya uang buat bawa Ambu ke rumah sakit. Ya Allah, tiada tempat
aku meminta dan memohon perlindungan selain hanya ke padaMu. Istajib
do’a ana ya Allah. Aamiin...”
Manusia boleh berencana namun Allah
yang menentukan hasil akhirnya. Apakah sesuai dengan harapan kita atau
tidak semuanya terserah padanya. Allah lebih tahu mana yang terbaik buat
hambaNya. Do’a yang dipanjatkan Zainab bukannya tak diijabah Allah
tetapi mungkin Allah punya rencana yang lebih indah buat Kakeknya.
Siangnya sepulang sekolah ada banyak orang di rumahnya. Wajahnya langsug
memucat bayangan Kakek Hamid bermain di benaknya.
“
Assalamu’alaykum, Ambu... Ambu....” Zainab memanggil – manggil Neneknya.
Dia tak peduli dengan orang – orang yag berdiri di depan pintu
rumahnya. Didalam Nenek Hamid sedang menangis sambil memangku kepala
Kakek Hamid. Zainab memeluk tubuh Kakeknya sambil menangis.
“ Ambu
kenapa? Siapa yang buat Ambu begini?” Tanya Zainab diantara isak
tangisnya. “ Tadi pagi Ambu bilang sudah sehat. Terus kenapa Ambu sakit
lagi? Ambu bohong sama saya dengan Ambu perempuan. “
“ Kamu punya
Bapak Tua tadi pagi pergi balik perahunya yang terbalik gara – gara
dihantam ombak. Itu perahu berat sekali makanya benang jahitannya
langsung terlepas. Kami tidak lihat makanya kami tidak bantu. “ Kata Pak
sholeh salah satu nelayan yang biasa berjualan ikan disamping Kakeknya.
“ Lalu sekarang bagaimana sudah? “ Zainab menatap wajah Neneknya bingung. Nenek Halimah hanya menggelengkan kepalanya.
Kedua
Nenek dan cucu itu hanya bisa pasrah pada nasib. Pasrah pada keadaan.
Ingin rasanya membawa Kakek Hamid ke rumah sakit, tapi uang darimana?
Jamkesmas pun tak ada. Mau minta tolong pada saudara tetapi sama saja
dengan bohong. Kondisi merekapun sama. Sama – sama miskin. Kadang kala
dia bertanya – tanya sendiri apakah memang sudah takdir kalau
keluarganya miskin? Rasanya sangat menyedihkan melihat keadaan Kakeknya
yang terbaring sakit tanpa dia bisa melakukan sesuatu yang berarti.
Setiap kali menyuapkan bubur cair ke mulut Kakeknya Zainab tak kuasa
menahan kesedihannya. Bagaimana bisa sembuh kalau makanannya tak
bergizi? Kedua orang tuanya bisa datang karena berhutang pada tetangga.
Seringkali Mamanya berhutang beras di kios tetangga agar mereka bisa
makan. Bapaknya setiap hari duduk termenung menyesali diri karena tak
bisa berbuat apa – apa untuk Ayah mertuanya.
Setiap hendak
berangkat ke sekolah Zainab merasa kedua kakinya begitu berat untuk
melangkah. Tak ada lagi semangat untuk menuntut ilmu. Semangatnya seolah
ikut terbaring sakit di ranjang bambu tempat Kakeknya terbaring lemah.
Diapun jadi malas mengaji dan sholat.
“ Allah sangat kejam sama Ambu.
Padahal Ambu selau sholat lima waktu. Ambu selalu puasa dan pergi
sholat taraweh walaupun mesjidnya jauh. Ambu selalu baik sama tetangga
dan memberi mereka ikan gratis. Tetapi kenapa Allah begitu kejam membuat
Ambu menderita sakit seperti ini. Ambu sayanainab sholat dan mengaji?
Mulai sekarang Zainab tidak mau lagi sholat, puasa dan mengaji. “
“
Astaghfirullahaladziem, Zainab kamu tidak boleh bicara seperti itu.
Hidup itu harus ikhlas. Apapun yang Allah berikan harus kita syukuri.
Allah tidak akan menguji hambaNya diluar batas kemampuan kita. Allah itu
Maha Cinta. Kalau kita ingin dicintai Allah kita harus menyerahkan diri
kita seutuhnya kepada Allah Swt. Hidup ini tidak akan berakhir sampai
disini saja. Masih ada kehidupan kedua di Yaumil akhir nanti. Biarlah di
dunia kita hidup menderita dalam kemiskinan asalkan di akherat nanti
hidup kita bahagia dalam Jannah Allah. Harta memang penting dalam hidup
manusia. Tetapi siapa bilang orang yang banyak harta itu hidupnya
bahagia? Harta tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang.
Kadang kala harta bisa menjadi petaka dalam hidup kita. Percuma kita
bergelimangan harta bila harta itu akan menjadi kayu bakar di neraka
nanti bila kita tidak bisa menggunakannya untuk amal jariah. Kalau nanti
kamu sudah dewasa Kakek punya satu pesan buat kamu jangan melihat
seseorang hanya dari wajah, penampilan dan hartanya. Lihat isi hatinya.
Apakah dia beriman atau tidak. Percuma agamanya Islam bila dia tak
beriman. Ambu yakin, insya Allah hidupmu akan bahagia dunia akherat.
Sekarang mungkin kamu berfikir kalau hidupmu sangat menderita. Tetapi
sebenarnya masih banyak manusia di dunia ini yang hidupnya lebih
menderita dari kita. Yang hidupnya lebih memprihatinkan. Semua manusia
terlahir dalam keadaan telanjang, itu membuktikan kalau Allah Maha Adil.
Allah tidak pernah pilih kasih. Semuanya sama yang membedakan hanyalah
keimanan dan ketakwaan kita sebagai seorang hamba. Bukannya harta. Orang
bisa kaya karena usaha. Usahanya halal atau haram hanya Allah yang
tahu. ”
PROFIL PENULIS
Nama : Siti Fatimah Binti Jafar
Alamat : MTsN. Kamalaputi Jln. Sultan Agung no. 36. Waingapu Sumba Timur NTT
Facebook : shifa jafar