Oleh: farah oktaviani putri
Hari itu hari yang kunantikan selama 3 tahun, mungkin bukan hanya penantianku tapi banyak siswa kelas 3.
Dengan perasaan takut campur cemas aku membaca pengumuman ternyata aku termasuk dalam daftar panjang siswa yang lulus ujian. bahagia namun disisi lain aku tak ingin bermimpi untuk meneruskan ke perguruan tinggi karena aku tau itu tak akan terjadi. Berita bahagia itu aku sampaikan pada orang yang selalu mendoakan aku yaitu Mama. Dengan mata berkaca-kaca mama mengingatkan aku.
“Ingat nak, semua belum berakhir masih ada lagi setelah ini ” ucapnya.
Iya, mama menginginkanku masuk di Institut Pemerintah dalam Negeri. Sebenarnya bukan cita-cita aku jadi pegawai negeri apalagi berhayal bersekolah di IPDN. Tapi tak apalah semua untuk mama.
Terdengar bunyi Hp ku pesan singkat dari pacarku, panggil saja dia cipta.
“Te gimana hasilnya?” tanyanya.
“Alhamdulillah Om, Aku lulus kamu sendiri gimana om?” balasku.
Lama sekali aku tunggu namun tak kunjung ada balasan. Aku terbangun oleh suara Hp tarnyata telfon dari cipta.
“assalamu’alaikum, te maaf tadi aku ketiduran” terdengar suara dari seberang
“ya om, gak apa-apa” jawabku.
Kita berbicara seperti biasa namun pada akhir pembicaraan,cipta mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan kita.
“te, lebih baik kita sampai disini, jujur rasaku semakin hari, semakin berkurang dan aku gak bisa kalo nantinya kita pacaran jarak jauh”, ucapnya.
Dengan rasa menyesal, akupun mengiyakannya,walau sebenarnya aku tak menginginkan ini terjadi.
Aku memulai hidup bari tanpa Cipta, ku buka lembaran baru, membuka hati ,mencoba melupakannya dan fokus dengan tes-tes yang akan aku hadapi nantinya.
Tak kusangka dan tak pernah ku duga aku pacaran dengan teman kelasku di waktu SMA dulu, sebut saja dia Van. Kita satu kelas selama dua tahun. Tetapi kita tak pernah dekat, tegur sapa saja kita jarang.
Saat itu aku bingung mencari baju yang akan ku pakai untuk tes pertama. Aku mengirim pesan singkat pada teman-teman.
“Ada yang mau mengantarku mancari kemeja ?” ternyata Cuma Van yang membalas pesanku tak lama kemudian ia datang menjemputku.
Karena seringnya kebersamaan kita seringkali temen-temen mengejekku.
”udah sama beat aja, pelan tapi pasti”. Aku tak merespon ejekan itu karena hatiku masih untuk Cipta. Aku pikir Van pun mengira itu hanyalah sebuah ejekan ternyata dia menyimpan rasa padaku. Kita sering nongkrong bareng, jalan bareng dan akhirnya dia menyatakan perasaannya padaku.
Untuk pertama kali dan kedua kalinya aku menolaknya, karena saat itu aku masih sulit untuk menerima orang lain. Untuk ketiga kalinya aku menerimanya, singkat cerita kita pacaran.
Awalnya terasa hampa sering kali aku masih teringat Cipta mantan kekasihku. Van berusaha meyakinkanku, membuatku agar bisa membalas perasaannya. Van selalu mengalah dan karena kesabarannya akupun mulai menyayanginya. Hingga akhirnya aku sangat menyayanginya, tak sedikitpun waktu terbuang sia-sia, setiap hari kami selalu menghabiskan waktu berdua bahkan hampir setiap waktu. Namun semua itu tak lama ku rasakan, kami mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Van dengan universitasnya dan aku dengan tesku.
Untuk tes pertama, kedua dan ketiga aku lolos seleksi cukuplah untuk membayar rasa lelahku berlatih setiap hari. Namun perjuanganku berakhir sampai pada tes keempat, aku harus menelan pahitnya kegagalan. Aku sangat terpukul dan aku sangat terpuruk dengan kegagalan itu, aku mencoba menegarkan hatiku, tetap tersenyum seolah-olah tak terjadi apa-apa. Van pun tak tahu bahwa hampir setiap malam aku menangis menyesali kegagalan itu. Pukulan berat dan sulit aku menerima.
Aku menyembunyikan kekecewaanku terutama di depan mama, memang mama tak menunjukkan kekecewaannya di depanku, tapi aku sangat yakin mama kecewa karena aku tak bisa menjadi yang seperti mama inginkan. Hubunganku dengan Van tak lagi harmonis seperti dulu kita sering bertengkar tanpa ada sebab. Itu semua karena rasa minder yang menutupi mata hatiku. Sejak Van masuk kuliah rasa cemburu dan rasa takut kehilangan itu merasuki pikiranku. Apalagi Van pernah tak jujur, saat itu Van berangkat ke kampus, memang Van pamit tapi Van tak bilang kalo dia akan bersama teman ceweknya, sejak kejadian itu aku sulit mempercayainya. Aku sering berburuk sangka kalo Van tak memberi kabar. Hari-hari ku lalui namun tak sebahagia pertama kali pacaran.
Hari itu menjadi hari kelabu, diselimuti rasa cemburu yang berlebihan, minder, takut disakiti. Aku memintanya untuk mengakhiri hubungan kita. Awalnya Van tak mau tapi pada akhirnya Van mengiyakan. Terasa sekali aku sangat kehilangan, kesepian tanpa kehadiran Van. Akupun memintanya untuk kembali. Van memenuhi permintaanku tapi dia berubah dia sangat berubah, tak seperti dulu lagi, dingin dan cuek tak peduli lagi apa yang terjadi padaku.
Hari ini aku berulang tahun, seakan lupa apa yang sedang terjadi di antara kita. Van membuatku bahagia sangat bahagia, aku seperti ratu tapi hanya semalam. Aku rasakan lagi kasih sayangnya dan cinta yang dulu pernah ada buatku. Ku buka kado darinya indah dan buat aku senang, namun di sisi lain aku harus menangis karena di dalam ada sepucuk surat Van mengatakan bahwa ia tak bisa lagi bersamaku, aku pura-pura tak tau, karena aku masih ingin bersamanya. Aku bertahan dengan keadaan ini sampai di hari ulang tahunnya. Aku ingin membuatnya bahagia meski saat itu Van tak lagi menyayangiku. Aku berusaha berikan yang terbaik untuknya. Hari yang di nanti pun tiba aku menyiapkannya jauh sebelumnya karena aku ingin terlihat semuanya sempurna. Malam itu aku ke rumahnya, aku tidak sendiri aku di temani sahabat Van panggil saja dia Di. Ternyata Van sedang di luar rumah, Di menyuruhku untuk menunggunya, sejam setengah aku menunggu Van pulang. Terdengar bunyi motor dari kejauhan. Kini tiba saatnya aku merelakan hubungan ini berahir, aku berpamitan pulang dan saat bersalaman dengan ibunya tak kuasa aku menahan air mata yang ingin mengalir. Aku berusaha tersenyum. Sesampainya di rumah semua perasaan sedihku tangisku aku curahkan, sangat berat melepaskannya, hidupku semakin tak berarti dan aku semakin terpuruk dengan keadaan. Pelan-pelan kucoba bangkit lagi namun sampai saat ini aku masih menunggunya kembali. Aku sangat menyayanginya.
sumber
No comments:
Post a Comment