Cerpen Cinta Dalam Gelapku

Cerpen Karya Iin Dheviana

Cinta masa SMA memang sangat indah, tak kenal maka tak sayang. Itulah yang terjadi diantara kami berdua, bermula saat membayar uang bulanan di TU sampai rasa itu akhirnya muncul. Mungkin ini awal kebahagiaan diantara kami.
“Eri temenin gue bayar uang bulanan dong?”pinta gue pada Eri Yanitateman sebangku gue sekaligus sahabat dari awal gue masuk SMA
“asalkan pulangnya dianter sihh gak papa deh...”acap Eri
“yah tenang aja apa sih yang gak buat lo ri!”kata gue

Kamipun berlalu meninggalkan kelas XII ipa 1dan segera meluncur keruang tata usaha yang berada dipojok sekolahan.
“bu bayar uang sewa ruangan?”kata gue pada bu Ami, memang gue sering bercanda dengan gru-guru.
“udah cair yah qil?”tanya bu Ami
“alhamdulilah udah bu”
Tiba-tiba...
“bu punya saya mana?udah ditulis belum?”kata seorang cowok yang langsung ngeloyong masuk ke ruang TU.
“siapa sih diagak punya sopan santun banget?”tanya gue pada Eri
“dia kan Alva anak ipa 4.”
“kok gue baru liat dia ri?”
“heyy...kemana aja lu selama ini?”acap Eri
Gue pun terus memperhatikan tingkah laku dia, yang membuatku sedikit terpanah. Sikap yang menunjukan arogan membuat gue sedikit mengerutkan kening, tapi apa hak gue buat memikirkannya?gue pun cepat bergegas memungut kartu bulananku. “terima kasih bu?” kata gue pada bu Ami.
Akhirnya gue berlalu meninggalkan dia, melaju ke kantin untuk memesan satu gelas jus jeruk, fikiranku kembali melayang pada sosok Alva, “hey kok diem qil?suara Eri membangunkan lamunanku. “apaan sih ri bikin gue kaget aja?”kataku sedikit kesal, “alah paling-paling lo lagi mikirin Alva anak ipa 4?yah kan?. Gue pun kaget seolah-olah Eri baru saja membaca fikiranku. “gak yah.” Jawabku enteng yah walaupun terkesan berbohong.

Bel sekolah pun berbunyi gue bergegas membereskan buku-buku yang ada di laci meja, langsung gue berjalan keluar namu sesampainya di depan ruang guru
“Aqil boleh minta tolong tidak?”tanya seorang guru
“yah pak boleh, mau minta tolong apa?”jawabku
“tolong panggilkan Alva Dighta Prayoga kelas XII ipa 4?”katanya sambil menunjukkan pandangan keruang kelasnya
“iya pak akan saya panggilkan.”
Walau dengan perasaan malas, gue tak bisa menolak permintaanya, gue pun berjalan sampai dekat kelas XII ipa 2, “ehh itu anaknya”ucap gue dalam hati
“Alva Dighta Prayoga, di panggil sama pak wawan?”
“dimana beliau sekarang?”
“masih diruang guru?”
“oh yah udah terima kasih?”
“yah sama-sama”

Dia pun bergegas meninggalkan gue , tapi gue sedikit penasaran dengannya dan akhirnya gue pun mengejar langkahnya untuk bertanya sedikit tentangnya
“Alva tunggu?”teriak gue setengah berlari
“ada apa?”tanyanya selagi menengok kebelakang
“Alva gue kok baru liat lo ya, itu juga pas lo keruang TU?”
“oh...soalnya gue jarang keluar kelas lagian kelas kita kan jauhan!”
“loh kok lo tau kalo kelas kita jauhan?”tanyaku heran
“hey siapa sih yang gak kenal sama Aqil Pradipta Andhika”jawabnya enteng
“loh masa sih?”
“iyah”jawabnya singkat
“Alva berarti kita dah temenan ya?”
“yah mungkin”
Pembicaraan gue dan Alva terputus karena pak Wawan sudah memanggilnya. “yah udah gue ke pak Wawan dulu ya?”kata Alva. “yah baiklah” jawab gue singkat. “oh ya qil boleh gak gue minta nomor Hp lo?”Alva membuka hp-nya. “tentu 085xxxxxxxxx”. Diapun berlari-lari kecil dan mengucap “thanks yah?”. “okeh” jawabku.

Merenung dan duduk dibingkai jendela tak tau apa yang sedang aku lakukan, kutatap handphone ku siapa tau ada yang sms, “dan.....ternyata cinta....yang menguatkan aku...”tandanya ada yang menelpon ku tapi kok gak ada namanya, “barangkali si tama, dia kan sering ganti-ganti nomor hp”retakku dalam hati
“hallo?”
“ini Aqil Pradipta Andhika?”tanyanya diseberang sana
“iyah betul, ini siapa yah?”
“ini gue Alva, yang tadi siang minta nomor lo?”
“ohh...Alva, maaf yah?gue gak paham sama suara lo?”
“okeh...lagian ini juga pake telpon”acapnya
“lagi ngapain qil?”
“nih lagi duduk dijendela va.”
“wah kaya burung kakak tua aja lu qil?”tawanya
“haha...emang yah burung kakak tua hinggap dijendela”
“hahaaa....gokil juga lu!”
“yak begitulah.”
“yah, qil besok gue jemput lo yak?”
“emangnya lo tau rumah gue va?”
“yah makanya nanti lo smsin gue alamat lo dimana.”
“baiklah, nanti gue smsin”
“okeh..yah udah yah...good evening Aqil Pradipta Andhika.”
“okeh.”
Percakapan kami di telepone terputus, aku pun langsung mengetik huruf dihandphone ku satu demi satu menunjukkan alamat rumahku, gue pun beranjak untuk memejamkan mata.
Aqil udah siang...teriak mama menggemparkan kamar gue, yah gue telat lagi. Tanpa fikir panjang lagi gue berjalan menuju kamar mandi dan menjawab teriakan mama, “iya mah nih Aqil udah siap-siap.” Sedikit berbohong agar mama tak meneriaki gue terus. Selesai mandi dan siap-siap gue turun kebawah untuk pamitan dan mengambil sehelai roti dan menenggak segelas susu, tak selang beberapa waktu suara bel berbunyi, “biar Aqil yang buka mah,” sela gue pada mama yang hendak bangun dari kursinya. “Loh Alva kok lo berani nyamperin gue kerumah”. “yah gak papa qil lagian gue pengen tau rumah lo” jawab Alva enteng. Gue tarik tangan Alva agar keluar halaman rumah dan gue berteriak”mama papa Aqil pergi dulu?”...”yah hati-hati qil?”jawab mereka serempak.

Pertemananku dengan Alva sangat indah dan pada suatu ketika gue dan Alva makan disebuah penjual kaki lima...
“qil boleh gue ngomong?”tanyanya sambil menatapku
“boleh lah, mau ngomong apa va?”
“jujur aja qil gue udah suka sama kamu sejak kelas 11, waktu itu gue liat lo lagi natain buku diperpus, kalo gue boleh jujur lagi dalem mau gak lo jadi pacar gue?”sedikit serius namun disertai canda,
“hah...serius lo va , emm kalo gue boleh jujur paling dalem lagi gue juga suka sama lo va sejak di TU, dan artinya gue mau jadi pacar lo?”jawabku
“yang bener qil...terima kasih Ya-Allah.”
Tak kusangka dia memiliki perasaan yang sama denganku. Hari-hariku kini sangatlah indah setiap pagi Alva membawakan gue seikat bunga mawar dan berbagai kata-kata manis untuk gue sembari mengucap”selamat pagi cinta”. Mungkin saat ini akulah yang paling sempurna.
Hari ini gue gak ada jam pelajaran dan Eri ngajak gue ke taman belakang sekedar nyari suasana sejuk aja. Dan ada suara ramai-ramai dikoridor, “ada apa ya ri?”tanya gue pada Eri. “gak tau juga qil?”. Eri pun juga kebingungan dan “degg...Alva???”jantung gue serasa mau jatuh, dengan air mata yang jatuh gue ikuti badan Alva yang diangkat oleh sebuah tandu dengan dipapa oleh dua orang.“

Sesampainya dirumah sakit gue terus memandanginya dengan dibatasi oleh kaca.
“adakah keluarga dari saudara Alva?” seseorang berbicara
“saya temannya dok?”kata gue
“bagaimana keadaan anak kami dok?” tanya dua orang setengah baya yah itu kedua orang tua Alva
“mari ikut saya ke ruangan?”kata dokter sambil berlalu meninggalkan gue. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, “Aqil sebaiknya kamu pulang biar ibu yang menjaga Alva?”. “baiklah tante Aqil akan pulang.” Kataku pada ibunya Alva.
“sampai dirumah gue belum bisa tenang memikirkan Alva. Gue tak mau kehilangan orang yang sangat gue cintai selama ini.
“gimana qil keadaan Alva?”tanya Eri
“gue tak tau ri, nanti gue sepulang sekolah mau kerumah sakit lagi, nanti lo temeni gue ya?”pinta gue
“yah pasti qil.”
Untungnya hari ini pulang cepat karena guru-guru ada acara rapat bulanan. Gue dan Eri pun bergegas meninggalkan sekolahan, tapi sesampainya dirumah sakit betapa kagetnya gue tak menemukan sosok Alva dibangsal rumah sakit, gue terus melangkah kebagian informasi untuk menanyakan keberadaan Alva, tapi sayangnya perawat pun tak tahu kemana. “ini memang aneh!!” fikirku.
Gue pulang membawa asa tanpa adanya harapan bahwa Alva akan menelfonku setiap malam, mendengarkan setiap alunan gitarnya, tertawanya yang renyah. Gue pun kembali meneteskan air mata untuk kesekian kalinya, berhari-hari gue menangis untuknya bahkan berbulan-bulan gue memikirkannya. Alva dimana kamu begitu tegakah kamu tak mengabariku? Apa salahku padamu va? Gue pun terus menangis dan...heyy ada apa dengan mata gue kok gelap, “mah...mah?” teriak gue memanggil mamah. “ada apa sayang?” jawab mamah.
“Mah lampunya mati yah?”tanya gue. “mati?lampunya gak mati qil?”kata mamah. “tapi mata Aqil kok gelap mah?”. Mamah pun bingung dan segera membawa gue ke rumah sakit, dan betapa kagetnya gue kalau dokter menyatakan kalo gue ini buta, karena keseringan menangis. Mamahpun tak henti-hentinya menangisiku.

Gue pun terpaksa berhenti sekolah dan sekaligus ingin menenangkan diri, mamah membawaku ke taman belakang, dan gue merasakan betapa sejuknya udara dipagi hari...
“Aqil Pradipta Andhika?”
“siapa kamu?”
“Aqil lo gak ngenalin suara gue?”
“emang kamu siapa?”
“ini gue Alva qil?”
“Alva?”
“yah qil ...qil maafin gue selama ini tak memberi kabar, gue selama ini ada disingapura untuk mengobati penyakit leukimia gue. Gue gak mau kamu sedih karena hal ini qil? Maafin gue qil?gue cinta sama lo?.

Gue hanya bisa menangis “va gue sekarang buta dan gak bisa lihat lo lagi.”
“yah qil gue tahu itu dan gue datang kesini untuk minta maaf sama lo karena gue lo jadi kayak gini, gue sangat menyesal?”.
“Alva sampai detik ini gue gak merasa lo bersalah sama gue, gue hanya ingin lo kembali secepatnya untukku, tapi percuma va gue gak bisa lihat lo lagi”. Alva memeluku dari samping “maafkan gue sayang, gue rela kalau gue harus berbagi mata denganmu”. Pinta Alva yang mulai menangis dan air matanya jatuh di pipiku.
“Alva tak usah gue gak mau lihat lo kekurangan satupun, asal kamu tau sekarang gue bahagia mendengar suaramu, bahagia mendengar kata cinta darimu untukku. Tiba-tiba tangan Aqil lepas dari pegangan Alva.
“Aqil kamu kenapa?”tangan Alva sambil menepuk pipi Aqil
Tak ada jawaban dari Aqil...Innalillahi
Aqil gue sangat dan sangat mencintaimu, mengapa kamu meninggalkanku, maafkan aku qil aku salah langkah tak memberi tahumu tentang penyakitku, aku tak ingin kehilangan mu kalau kamu tahu tentang penyakitku.

Biarlah cinta ini kukenang dalam seuntai daun mawar
Yang menangis dalam kegelapan
Menantimu dan mengharapkanmu datang
Kata-katamu kusimpan dalam sekotak embun
Terdiam dan tetap diam disana
Cinta kembalikan dia padaku esok nanti
Selamanya cinta ku untuk Aqil Pradipta Andhika 

PROFIL PENULIS
Nama : Iin Dheviana
Facebook : I'in Dheviiana Suswiiyati
Twitter : @Iin_YW
Sekolah : SMAN 1 TANJUNG, BREBES

No comments:

Post a Comment