Pada
suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu.
Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia
melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa
berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai
sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya
tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah
Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu
mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya
di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah.
Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena
merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk
pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah
kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa
setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya
kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa
memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda
selamanya.
Setelah
bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat
untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat
terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa
senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan
bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain
adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita
tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran
Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di
waktu dekat.
Pada
suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di
hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan
dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena
pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas
luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah
bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi
bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut
adalah anaknya sendiri.
Dayang
Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan
anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi
mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan
rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak
disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap
hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak
pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi
menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada
Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut,
maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal
maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi
ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta
Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang
sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang
menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan
menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang
dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin
untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang
Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia,
karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan
Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang
Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain
sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna
memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang
pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak
dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan
rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang
telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah
banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang
sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh
tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Cerita Rakyat “Sangkuriang” ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana
No comments:
Post a Comment