Pertemuan ~ T. Alias Taib


Penggali Kubur ~ T.Alias Taib

Badai mengangkat mayat, kilat, guntur
dan angin ke sebuah gubuk di pinggir hutan.
jendela tersentak; beberapa bilah kilat
memacak engselnya. atap gementar digegar
guntur. ketukan menderu di daun pintu;
lebih tajam daripada kilat, lebih bergegar
daripada guntur, lebih kencang daripada
angin.
“sudah kaubina rumahku?” Tanya mayat sambil
menerjang pintu bagai badai yang menerjang
gubuk tua itu. pintu remuk, palangnya
terpelanting, mayat masuk menyeret badai
mengamuk. “rumahmu? tapi…” kata isteri
penggali kubur yang tinggal sebatang kara.
pelita di sisinya berguling. “suamiku,
penggali kubur itu, baru saja mati dan
baru saja menggali kuburnya.” sambung si
sebatang kara.
dalam gelap, kilat sempat melepaskan tiga
empat bilah cahaya tepat ke wajah pucat
mayat. mayat mengapung di laut ribut.
seperti sehelai selendang putih, ia me-
layang keluar melalui jendela, mencari
tukang rumah

T.Alias Taib



Undertaker

The storm carried the corpse, the lightning, thunder
and the wind to a hut on the edge of the jungle.
the window was forced open; flashes of lightning
broke its hinges, the roof trembled shaken by
thunder, a pounding wailed from the shutter door;
sharper than lightning, more thunderous
than thunder, harsher than the
wind
“have you built my house?” the corpse asked as it
assailed the door the way the storm assailed
that old hut, the door shattered, its beam
fell heavily. The corpse entered dragging the storm
going mad. “your house? but…” said the widowed
wife of the undertaker.
the lamp by her side tipped over. “my husband,
the undertaker, only just died and
only just dug his grave.” the widow
continued.
In the dark, the lightning landed three
four flashes of light upon the pale face
of the corpse. the corpse floated on the sea of the storm.
like a white shawl, it flew
out through the window, in search
of a builder

T.Alias Taib
( Translated by Eddin Khoo )

Ingatan Kecil ~ T. Alias Taib

Semak basah sepanjang denai ke sekolah
Menggigil menyambut kami di pagi lecah.
Kami berhenti di selekoh pohon gajus
Memungut embun berjuntai ke dalam botol
( embun, kata guru kami,
baik sebagai pelembut papan batu ).
Kami rukuk pada daun rimbun
Memenuhi botol dengan pesanan guru.

Ibu membekalku dan adikku
Papan batu, kalam batu, dan sebuah buku
Yang ku panggil "buku pasu bunga".
Ibu juga membekalkan kami
Keledek rebus dan syiling lima sen
( duit ini, berkali-kali pesan ibu,
hanya penguat semangat
pulangkan kembali tengah hari nanti ).

Entah berapa lama ku kelek semangat ibu
Berulang-alik ke sekolah dengan botol embun.

T. Alias Taib
1950-an

Rat Race (Potret Kuala Lumpur) ~ T.Alias Taib

Apabila wisel ditiupkan
berjuta tikus bertempiaran

ada yang tergelek dengan perut berburai
ada yang tergolek di tepi sungai
ada yang lapar
ada yang menelan ibunya sendiri
ada yang kenyang
ada yang mati kekenyangan
ada yang putus ekornya
ada yang menyambung ekor yang putus
ada yang memanjat kepala teman
ada yang kepalanya dipanjat
ada yang meraung
ada yang termenung
ada yang mabuk di timbunan beras
ada yang gila di timbunan sampah
ada yang pulang dipeluk kekasih
ada yang hilang jalan pulang

berjuta tikus berkeliaran
menyambut cabaran wisel

T. Alias Taib (1983)
Dewan Masyarakat, Mac 1984

Hutan Persahabatan ~ T. Alias Taib

Berkawan denganmu
Ialah berkawan dengan ilmu,
Dengan akal yang selalu di raut,
Renung yang selalu dikikir
Dan hujah yang selalu diasah.
Berkawan denganmu
Ialah bermusuh dengan musuhmu,
Dengan si fitnah yang beraja
Pada api perasaan,
Dan si dengki yang bersedia
Membentesmu dari belakang.

Ah, kawan, lupakan mereka.
Mari teruskan perburuan kita
Di hutan persahabatan kekal ini.
Aku tidak memerlukan kata-kata indah
Tetapi tangan ikhlasmu
Apabila terjatuh di perburuan ini.
Aku hanya ingin menemanimu
Di perjalanan yang penuh halangan
Dan perburuan yang menyukarkan.
Aku tidak memerlukan mereka,
Mari teruskan persahabatan kita.

T. Alias Taib

Godot ~ T.Alias Taib

Beckett mencipta debu jemu
dan dilepaskannya mundar-mandir
ke tengah omong yang bertele-tele
ke gelisah yang mulai mengerut
di wajah Vladimir dan Estragon
di bawah pohon kelabu itu
di pinggir jalan kelu itu
Beckett mencipta angin ragu
dan ditiupkannya ke gelisah mereka
sambil menunggu Godot
mereka dikelirukan oleh Pozzo
yang datang bersama Lucky
di bawah pohon bosan itu
di pinggir jalan sepi itu
Beckett mencipta teka-teki
sekitar kehadiran Pozzo dan Lucky
di tangan Pozzo sebuah cemeti
di leher Lucky terjerut tali
sementara di tanganya pula
sebuah kopor yang berat,
stool, bakul dan kot
di tengah jemu, ragu dan keliru
seorang budak lelaki muncul
katanya dia seorang sembala kambing
bekerja untuk Godot
katanya Godot akan tiba esok
bukan senja ini
dia pun hancur dihadam malam
Godot tidak jua muncul keesokannya
jemu menebal dan terganutung di pohon
anging menajam dan meruncing di tengah
percakapan Vladimir dan Estragon
yang berakhir dengan nol
Godot tidak jua muncul
yang muncul ialah Pozzo
tiada siapa yang tiba
tiada siapa yang berlalu

T.Alias Taib


Godot

Beckett created dead dust
and scattered it in the to and fro
in the center of a senseless conversation
in the wrinkling weariness
on the faces of Vladimir and Estragon
beneath that gray tree
on the edge of the mute street
Beckett created the hesitant wind
and blew it towards their worry
while waiting for Godot
they were puzzled by Pozzo
who came with Lucky
beneath that weary tree
on the edge of the silent street
Beckett created a riddle
around the appearance of Pozzo and Lucky
in Pozzo’s hands a whip
round Lucky’s neck a noose
while in his hand
a heavy leather bag,
a stool, basket and cot
in between boredom, weariness and confusion
a boy emerges
he says he is a goat herd
working for Godot
he says Godot will come tomorrow
not this evening
then disappears digested by the night
the next day Godot still does not come
the boredom thickens and hangs from the tree
the wind sharpens and tapers in the middle
of Vladimir and Estragon’s talk
that ends in nothing
Godot still does not come
the one who comes is Pozzo
no one arrived
no one passed by

T.Alias Taib
( Translated by Eddin Khoo )

Pengemis ~ T. Alias Taib

Dari tubuhnya
merangkak kehidupan
bagai seekor siput
mencari sehelai daun.

Dari peluhnya
terpercik harapan
bagai sekelopak bunga
menanti fajar pagi.

Dari keluhnya
terkumpul debaran
bagai gemuruh jeram
menangisi kabut hutan.

Dalam matanya
berkocak keharuan
bagai perahu tua
kematian angin.

Dalam suaranya
mengalir kesedihan
bagai anak sungai
kehilangan muara.

Dalam dadanya
menetes kesalan
bagai mendung hitam
ketibaan hujan.

Nukilan: T.Alias Taib

No comments:

Post a Comment